Terima Pengurus LADI, Bamsoet Dorong Pembangunan Laboratorium Anti Doping di Indonesia
Ketua MPR RI Bambang Soesatyo mendukung penguatan keberadaan Lembaga Anti Doping Indonesia (LADI) dengan meningkatkan pengukuhan LADI.
Editor: Content Writer
TRIBUNNEWS.COM - Ketua MPR RI Bambang Soesatyo mendukung penguatan keberadaan Lembaga Anti Doping Indonesia (LADI). Salah satunya dengan meningkatkan pengukuhan LADI, yang sebelumnya berdasarkan SK Menteri Pemuda dan Olahraga menjadi berdasarkan SK Presiden.
Mengingat kehadiran LADI tidak lepas dari implementasi dari ratifikasi UNESCO-WHO, yang menekankan setiap negara wajib memiliki National Anti Doping Organization. Dalam rangka menjaga nilai sportifitas dan fairlay dalam kompetisi olahraga, baik di kancah nasional maupun internasional. Secara resmi, LADI juga sudah berada dibawah naungan World Anti Doping Agency (WADA).
"Dengan berada langsung dibawah presiden, LADI bisa lebih memaksimalkan tugas dan fungsinya. Salah satunya dalam meningkatkan jumlah test doping dan pembangunan laboratorium anti doping di Indonesia. Selama ini, untuk melakukan tes doping kita harus mengirim sample tes ke luar negeri dengan biaya yang sangat mahal. Sehingga turut berpengaruh terhadap sedikitnya jumlah sample tes doping yang bisa dilakukan oleh atlet Indonesia," ujar Bamsoet usai menerima Tim Kesehatan PB PON XX Papua sekaligus Pengurus LADI, di Jakarta, Jumat (1/10/21).
Turut hadir antara lain Anggota Komisi IX DPR RI Darul Siska. Sementara pengurus LADI yang hadir antara lain, Ketua dr. Musthofa Fauzi, Wakil Ketua dr. Rheza Maulana S., BMedSc (Hons), MM, MARS, Sekretaris Jenderal Drg. Dessy Rosmelita, SpPerio, dan Tim Sekretariat Desyta Puri.
Ketua DPR RI ke-20 dan mantan Ketua Komisi III Bidang Hukum & Keamanan DPR RI ini menjelaskan, dengan memiliki laboratorium anti doping, Indonesia bisa meningkatkan jumlah tes doping dari atlet dalam negeri. Sekaligus menjadikan Indonesia sebagai pusat anti doping di kawasan Asia Tenggara, mengingat laboratorium anti doping yang terdapat di Singapura dan Thailand sudah ditutup.
"Daripada kita melakukan test anti doping di luar negeri yang bisa memakan biaya berkisar Rp7 jutaan per sampel, lebih baik kita memiliki laboratorium anti doping sendiri. Terlebih menurut LADI, harga peralatan labolatoriumnya tidak terlalu besar. Berkisar Rp200 miliar. Secara finansial, lebih kurang tiga tahun, modalnya bisa kembali. Karena kita punya peluang membangun kerja sama dengan negara-negara di kawasan Asia Tenggara agar mereka melakukan test anti dopingnya di Indonesia," jelas Bamsoet.
Ketua Umum Ikatan Motor Indonesia (IMI) sekaligus Pengurus Besar Keluarga Olahraga Tarung Derajat (PB KODRAT) ini menegaskan, dalam PON XX Papua, seluruh atlet olahraga motor dan Tarung Derajat harus mengikuti ketentuan anti doping. Termasuk mau diambil sampel untuk memastikan terbebas dari doping.
"Dalam setiap pertandingan, para atlet dituntut untuk memberikan hasil terbaik, tanpa mengabaikan sikap kejujuran dan sportivitas. Hal ini selaras dengan nilai-nilai Empat Pilar MPR RI, yang menekankan pentingnya menjaga semangat kejujuran dalam berbagai aspek, termasuk dari segi olahraga. Ingat, ketidakjujuran merupakan bibit pemecah bangsa. Termasuk ketidakjujuran para atlet yang menggunakan doping," terang Bamsoet.
Wakil Ketua LADI sekaligus Dewan Pengawas Bidang Kesehatan dan Antidoping Tim Adhoc PB PON XX Papua dr. Rheza Maulana menerangkan, tugas penting LADI antara lain menetapkan peraturan doping, pengambilan sample sesuai dengan ketentuan disertai mekanisme pemberian sanksi.
Selain, mengelola pelaksanaan ketentuan anti doping, kampanye anti doping, pencegahan terhadap penggunaan doping, pengawasan terhadap doping, dan pengujian sampel doping. Termasuk memfasilitasi proses Therapeutic Use Exemption dan Result Management.
"LADI akan terus aktif melaksanakan ketentuan anti doping bagi para atlet yang akan berlaga di Indonesia, khususnya dalam PON XX Papua. Kami harap ketentuan anti doping dapat menjadi pemersatu bangsa. Dengan berlaga jujur tanpa doping, tidak akan terjadi saling tuduh terkait penggunaan doping oleh atlet/tim lain yang bertanding, yang justru bisa mengakibatkan munculnya perpecahan." pungkas dr. Rheza. (*)