Syarief Hasan: Proyek Kereta Cepat Harus Dievaluasi, Skema Jaminan APBN Harus Ditolak
Syarief Hasan meminta kepada pemerintah agar menjelaskan kepada rakyat terkait keberlanjutan proyek kereta cepat Jakarta – Bandung (KJCB).
Editor: Content Writer
TRIBUNNEWS.COM - Wakil Ketua MPR dari Fraksi Partai Demokrat, Syarief Hasan meminta kepada pemerintah agar menjelaskan kepada rakyat terkait keberlanjutan proyek Kereta Cepat Jakarta – Bandung (KJCB).
Menurutnya, sejak awal proyek ini memang kontroversial dan menyita perhatian banyak kalangan, baik dari sisi perencanaan yg tidak matang, penunjukan kontraktor, rencana anggaran dan pembengkakan biaya diluar batas toleransi, bahkan sumber dan tingkat suku bunga hingga molornya penyelesaian proyek. Penjelasan ini dirasa penting dan mendesak mengingat proyek ini telah menyita dana pembangunan yang begitu besar, bahkan sekarang akan menjadi tanggungan atau APBN akan menjadi jaminan.
Demi transparansi dan akuntabilitas, maka Proyek Kereta Api Cepat ini perlu diaudit karena berpotensi merugikan Negara dan melanggar konstitusi.
"Hal terpenting saat ini adalah pemerintah harus menjelaskan kepada rakyat tentang nasib dan keberlanjutan proyek KCJB dari aspek keseluruhan sejak awal. Proyek yang memang telah bermasalah sejak awal ini mesti dievaluasi kelanjutannya. Jaminan APBN dan tingginya suku bunga pinjaman hanya akan menjerumuskan Indonesia pada jebakan utang yg semakin mrmberatkan,” ujar politisi senior Partai Demokrat ini.
Syarief mengingatkan di tengah keterbatasan keuangan negara, pemerintah harus mampu mengalokasikan semua sumber daya seadil dan seefisien mungkin. Jangan sampai terjebak pada proyek mercusuar namun rakyat tetap miskin dan kesulitan memenuhi kebutuhan pokoknya.
Ia pun menambahkan, tujuan minimal pembangunan adalah ketercukupan kebutuhan mendasar rakyat. Jangan sampai ada proyek gagah-gagahan namun menjadi beban fiskal, beban rakyat, dan apalagi beban ini justru berkelanjutan bagi generasi mendatang. Jika beban jauh lebih tinggi dari manfaat pembangunan, maka pemerintah telah melakukan kesalahan pembangunan yang nyata.
"APBN tidak boleh menjadi jaminan tambalan pembiayaan bagi proyek yang kontroversial ini. Masih banyak prioritas pembangunan lain yang membutuhkan alokasi fiskal. Apalagi dengan fiskal yang terbatas, melebarnya defisit, proyek kereta cepat ini hanya akan membuat keuangan negara semakin parah," ungkapnya.
"Pembengkakkan biaya dan skema jaminan APBN akan menjadi perangkap utang yang nyata. Sudah saatnya perencanaan dan pelaksanaan proyek KCJB ini dievaluasi sekalipun Proyek ini mendekati rampung penyelesaiannya. Di sisi lain, pihak China menginginkan jaminan APBN Indonesia karena China sadar bahwa feasebility yg real Proyek ini tidak feasible sehingga China minta jaminan APBN," tutur Syarief.
Menurut Profesor di bidang Strategi Manajemen Koperasi dan UKM ini, evaluasi kelayakan proyek adalah hal yang lumrah, apalagi jika pelaksanaan proyek tersebut tidak sesuai, atau meleset jauh dari yang direncanakan. Bagi Indonesia yang daya dukung APBN nya terbatas, faktor penganggaran ini menjadi sangatlah krusial. Sudah menjadi tugas pemerintah untuk memastikan proyek-proyek pembangunan berjalan dengan terencana, terarah, dan presisi efficiency serta mendatangkan manfaat langsung kepada Rakyat.
“Inisiatif pembangunan infrastruktur adalah hal yang baik, namun juga harus ditopang dengan perencanaan, transparansi , akuntabilitas dan pelaksanaan yang baik. Perencanaan ini harus berpijak pada skala prioritas dan efisiensi pembiayaan. Hal yang sama juga untuk pelaksanaannya mesti selaras dengan apa yang telah direncanakan," ujarnya.
"Jika perencanaan dan pelaksanaan bersilang arah dan terlalu jauh menyimpang maka tinggal tunggu saja pembangunan itu akan menjadi pemicu dan kontraproduktif karena tidak sesuai dengan kebutuhan pokok dan ekspektasi Rakyat, Inilah esensi dasar pembangunan yang mesti kita hayati bersama,” pungkas Syarief.