Ketua MPR RI Dukung Pengurus Pusat GMKI Selenggarakan Pancasila Fest 2023
Bambang Soesatyo bersama Pengurus Pusat Gerakan Mahasiswa Kristen Indonesia (GMKI) akan menyelenggarakan Pancasila Fest 2023 mulai tanggal 10 Mei 2023
Editor: Content Writer
TRIBUNNEWS.COM - Ketua MPR RI sekaligus Wakil Ketua Umum Partai Golkar, Bambang Soesatyo bersama Pengurus Pusat Gerakan Mahasiswa Kristen Indonesia (GMKI) akan menyelenggarakan Pancasila Fest 2023: Ekspresi Pancasila, Satu Indonesia.
Penyelenggaraannya dimulai di Kabupaten Ende, Nusa Tenggara Timur (NTT) pada 10 Mei 2023. Kemudian, selenggaraan ini akan berlanjut ke Riau, Sulawesi Selatan, Papua, Aceh, Jawa Tengah, Kalimantan Selatan, Jawa Barat, Sumatera Selatan, hingga puncaknya akan diselenggarakan di Gedung MPR RI pada Agustus 2023.
"Pancasila Fest 2023 merupakan terobosan dalam menanamkan ideologi Pancasila kepada generasi muda bangsa melalui berbagai bentuk kegiatan yang menarik. Selain seminar dan workshop tematis Pancasila, juga akan ada penanaman pohon dan mewujudkan bank sampah, pagelaran seni dan budaya, mimbar kebangsaan dan deklarasi kebangsaan ekspresi Pancasila, satu Indonesia, dialog dan doa bersama pemuda dan mahasiswa lintas agama, serta pembubuhan prasasti Pancasila," ujar Bamsoet usai menerima Pengurus Pusat GMKI, di Jakarta, Rabu (3/5/2023).
Pengurus Pusat GMKI yang hadir antara lain, Ketua Umum Jefry Gultom, Bendahara Umum Bertin T W Zamili, Wakil Sekretaris Umum Elsye Titihalawa, Kabid Aksi dan Pelayanan Ranto Pasaribu, Sekfung Organisasi Keny Gainau, Sekfung Masyarakat Riswan Siahaan, Sekfung Ekonomi Kreatif Novrita Sandante, Sekfung Hubungan Internasional Jessica Warouw, serta Sekfung Kerohanian Sterky Konehe.
Ketua DPR RI ke-20 dan mantan Ketua Komisi III DPR RI bidang Hukum, HAM, dan Keamanan ini menjelaskan, penanaman ideologi Pancasila sangat penting mengingat kebhinekaan dalam negara yang kaya akan keberagaman, hanya bisa wujudkan dengan komitmen kuat untuk mengelola kemajemukan dengan baik dan benar. Kegagalan dalam mengelola kemajemukan dan ketidaksiapan sebagian masyarakat untuk menerima kemajemukan tersebut, akan berpotensi mengakibatkan terjadinya gejolak sosial yang dapat mereduksi semangat persatuan dan kesatuan bangsa, menumbuhkan radikalisme, dan menimbulkan konflik horizontal.
"Kita dapat belajar dari referensi global, bahwa pada masanya, Uni Soviet dan Yugoslavia adalah representasi negara besar dan maju di kawasan Eropa Timur. Namun kegagalan dalam membangun semangat kebersamaan, dan kelalaian dalam merawat soliditas ikatan kebangsaan, telah menyebabkan kedua negara besar tersebut terpecah-belah dan tercerai-berai," jelas Bamsoet.
Wakil Ketua Umum Pemuda Pancasila dan Kepala Badan Hubungan Penegakan Hukum, Pertahanan dan Keamanan KADIN Indonesia ini menerangkan, setelah lewat tiga perempat abad usia kemerdekaan Indonesia, dan di tengah modernitas zaman yang terus melaju, tantangan untuk menjaga dan merawat Pancasila tidak menjadi semakin mudah. Kehidupan kebangsaan juga diperhadapkan pada berbagai paradigma yang menjadi antithesis dari nilai-nilai luhur Pancasila.
"Masih dapat kita rasakan indikasi adanya upaya untuk menggoyahkan dan merongrong Pancasila sebagai ideologi dan dasar negara, khususnya melalui gerakan radikalisme. Meskipun hasil survei Badan Nasional Penanggulangan Terorisme (BNPT) menyatakan indeks potensi radikalisme di Indonesia cenderung terus mengalami penurunan, namun perlu dicatat bahwa indeks potensi radikalisme pada tahun 2020 masih berada pada kisaran 12 persen, dimana mayoritasnya didominasi oleh generasi muda," pungkas Bamsoet. (*)