Nikmati berita interaktif dan LIVE report 24 jam hanya di TribunX
Tribun

LIMA: SBY Berpidato sebagai Dubes Malaysia

Ray merasa apa yang disampaikan SBY bukanlah pidato sebagai Presiden Indonesia, melainkan terlihat jika SBY adalah duta besar Malaysia di Indonesia.

Editor: Kisdiantoro
zoom-in LIMA: SBY Berpidato sebagai Dubes Malaysia
TRIBUNNEWS.COM/BIAN HARNANSA
Ray Rangkuti, Direktur Eksekutif Lingkar Madani (Lima) Indonesia 
Laporan Wartawan Tribunnews.com, Abdul Qodir

TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Direktur Eksekutif Lingkar Madani untuk Indonesia (LIMA) Ray Rangkuti menyatakan pidato Presiden SBY soal konflik Indonesia dan Malaysia sangat mengecewakan masyakat.

"Kita semua menduga Pak SBY akan berpidato sebagai pemimpin dari satu bangsa yang perasaan dan harga dirinya terinjak-injak dan merasa dihina oleh perlakuan tidak sopan dari negeri tetangga dari waktu ke waktu. Justru yang terjadi adalah sebaliknya," kata Ray Rangkuti, Jakarta, Kamis (2/9/2010).

Ray merasa apa yang disampaikan SBY di hadapan petinggi TNI pada Rabu (1/9/2010) malam, bukanlah pidato sebagai Presiden Indonesia. Pidato itu lebih terlihat jika SBY adalah duta besar Malaysia di Indonesia.

Pidato Presiden justru menceritakan bagaimana pentingnya ekonomi Malaysia bagi Indonesia dan harus diperlakukan dengan sopan, meski Malaysia memperlakukan hal yang sebaliknya kepada kedaulatan NKRI ini.

"Saya merasa yang berpidato bukan presiden Indonesia, tapi duta besar Malaysia di Indonesia yang tengah memaparkan alasan-alasan historis, ekonomis, politis dan diplomatis mengapa Malaysia tetap penting bagi Indonesia," tegas Ray.

Sangat disayangkan, lanjut Ray, pidato yang lebih cocok dubes Malaysia itu justru disampaikan Presiden SBY di hadapan petinggi TNI, Markas TNI Cilangkap Jakarta. "Sejatinya, bunyi pidato tersebut cukup dibacakan di kantor kedutaan besar Malaysia atau paling jauh di kantor Kementerian Luar Negeri Indonesia," kata dia.

Bagi Ray, apa yang disampaikan Presiden tak memberi jawaban atas sejumlah pertanyaan yang selama ini menanti jawaban tegas.

Berita Rekomendasi

Misalnya, mengapa ada barter petugas KKP dengan 7 maling ikan dari Malaysia, mengapa seolah-olah presiden ragu bahwa tempat kejadian perkara tersebut benar-benar wilayah kedaulatan Indonesia. "Dengan sendirinya hal ini membiarkan Malaysia untuk kembali melakukan pengakuan bahwa tempat perkara tersebut adalah wilayah sengketa," ujarnya.

Selain itu, sangat disayangkan Presiden tidak meminta pemerintah Malaysia yang selayaknya meminta maaf kepada rakyat Indonesia dan meminta kembali tujuh nelayan Malaysia yang mencuri ikan di perairan Indonesia untuk diproses hukum di Indonesia. "Khususnya meminta maaf kepada tiga petugas KKP dari Indonesia," tandasnya.

Dapatkan Berita Pilihan
di WhatsApp Anda
Baca WhatsApp Tribunnews
Tribunnews
Ikuti kami di
© 2024 TRIBUNnews.com,a subsidiary of KG Media. All Right Reserved
Atas