Marzuki Minta Pimpinan DPR 2004-2009 Bicara Soal Gedung Baru
Pimpinan DPR periode 2004-2009 diminta untuk menjelaskan perihal polemik proyek pembangunan gedung baru DPR
Editor: Hasiolan Eko P Gultom
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Pimpinan DPR periode 2004-2009 diminta untuk menjelaskan perihal polemik proyek pembangunan gedung baru DPR. Pengetahuan mereka soal mega proyek yang menghabiskan dana Rp 1,18 trilliun tersebut dianggap cukup mumpuni.
"Saya perlu yang bicara itu pimpinan DPR yang lalu, "ujar Ketua DPR, Marzuki Alie saat ditemui di gedung DPR, Jakarta, Selasa(5/4/2011).
Menurut Marzuki, apabila anggota DPR yang berbicara dikhawatirkan mereka justru tidak mengetahui persis mengenai persoalan tersebut.
"Kalau anggota belum tentu terlibat," jelasnya.
Sebelumnya, mantan anggota DPR RI Djunisab Akbar menduga Sekretariat Jenderal DPR RI memberikan informasi yang tak benar terkait rencana pembangunan gedung baru DPR. Sebab sebenarnya DPR periode 2004-2009 belum memutuskan desain gedung berlambang huruf "N" tersebut.
Djunisab yang juga mantan anggota Tim Peningkatan Kinerja DPR menceritakan, pihaknya baru dalam proses sayembara komplek Parlemen RI. Ketika itu mereka menggelar workshop di Gedung Pustaka Loka DPR pada 24-25 Juni 2009.
"Waktu workshop lalu, ada upaya dari kesekjenan menggolkan gedung gambar U terbalik, ada peserta workshop yakni PT Yodya Karya mempersentasikan gambar tersebut,"cerita Djunisab.
Kontan, perserta workshop lain mengeluh dan mengira apa yang dipersentasikan PT Yodya Karya adalah yang akan dimenangkan. Djunisab pun mementahkan hal tersebut dan menjelaskan itu bukan hasil yang sudah jadi.
"Jadi ada upaya penggiringan. Karena kita tahu kejadian dari awal setelah dicek mirip dengan Parlemen Cile,"keluhnya.
Padahal workshop sendiri digelar guna menyusun kerangka acuan sayembara yang akan dilaksana Juli-September 2009. Tapi sayembara gagal karena tarik ulur penggunaan uang negara antara Setjen DPR dan PT Yodya Karya.
"Padahal dana yg diberikan Setjen DPR untuk Grand Desain sebesar Rp 4 miliar. Jadi bagaimana caranya supaya dianggarkan PT Yodya Karya karena sebagai megang kontrak."Ujarnya.
PT Yodya Karya sendiri saat itu tak mau mengeluarkan dana tersebut.
Ia pun mendesak agar Komisi Pemberantasan Korupsi memeriksa Setjen DPR yang dari periode 2004-2009 dan 2009-2014 dipimpin Sekjen DPR Nining Indra Saleh. KPK harus memeriksa anggaran grand desain.
"Kalau saya lihat Sekjen memberikan informasi kepada Marzuki yang tidak benar. Atau Pak Marzuki sudah tahu tapi pura-pura tidak tahu,"katanya.
Djunisab sendiri siap dikonfrontir dengan Marzuki dan Setjen DPR RI. Ia ingin rencana pembangunan gedung baru senilai Rp 1,162 triliun digagalkan