Jimly Asshiddiqie: Hakim Harus Eksklusif
Mantan Ketua MK Jimly Asshiddiqie mengatakan hakim harus hidup secara eksklusif untuk mencegah dugaan suap Hakim Syarifudin Umar.
Penulis: M. Ismunadi
Editor: Ade Mayasanto
Laporan Wartawan Tribunnews.com, M Ismunadi
TRIBUNNEWS.COM, TANGERANG - Mantan Ketua Mahkamah Konstitusi Jimly Asshiddiqie mengatakan hakim harus hidup secara eksklusif. Hal ini untuk mencegah terulangnya kejadian yang menimpa Hakim Kepailitan Pengadilan Negeri Jakarta Pusat Syarifudin Umar. Selain itu, Jimly menilai sikap eksklusifitas tidak akan memberikan kesan buruk terhadap para hakim.
"Hakim itu memang harus eksklusif. Tapi cara kerjanya harus akuntable, transparan. Jadi untuk mengimbangi eksklusifitas, independensi, dia kerjanya harus transparan dan akuntable. Yang tidak boleh transparan itu hanya urusan rahasia putusan. Itu saja. Selebihnya dia harus terbuka," ungkap Jimly saat ditemui di Lapas Kelas 1A Tangerang, Banten, Sabtu (4/6/2011).
Jimly mengatakan menyusul kejadian penangkapan Syarifudin oleh KPK, para hakim harus mempunyai kesadaran baru bahwa dia diawasi Tuhan, diawasi masyarakat, media, dan sekarang juga diawasi alat penyadap. Ini penting karena Jimly menilai belum banyak yang tahu.
"Barang kali Syarifudin tidak tahu kalau dia disadap," katanya.
Lebih lanjut Jimly mengatakan hakim juga harus membangun iklim kerja tersendiri yang di luar hiruk pikuk politik dan bisnis. Jadi, menurut Jimly, hakim harus punya pergaulan sendiri yang bersih dari politisi dan pengusaha. Kalau pun hobi bermain golf, seorang hakim harus bisa bermain golf sendiri atau sesama hakim saja.
"Malah yang lebih baik di lingkungan hakim itu harus dibangun kultur kerja akademis. Dia lebih baik dekat dengan orang perguruan tinggi," tegas Jimly.
Ketua Dewan Pembina Ikatan Sarjana Hukum Indonesia (ISHI) itu yakin yakin remunerasi bukan solusi dalam permasalahan yang terjadi. Katanya, para hakim harus hidup sederhana saja seperti ketika dia menjabat sebagai Ketua MK, menjadi anggota Watimpres dan bahkan hingga kini yang hanya sebagai dosen di PTIK (Perguruan Tinggi Ilmu Kepolisian).
"Mahkamah Agung harus bekerja ekstra keras. Tida bisa dengan biasa-biasa saja dan tidak bisa dia hanya mengandalkan spirit of the corps. Sikap membela lingkungan anak buah itu sekarang ini keliru. Harus ada gebrakan dari Ketua MA," imbuhnya seraya mengatakan bahwa pembenahan sistem peradilan juga harus dilakukan secara komprehensif.
Apakah MA lemah dalam pengawasan terkait kasus Syarifudin? "Saya rasa yang harus ditanyain pertama kali itu Ketua Pengadilan-nya. Kenapa bisa begini? Jadi pimpinan jangan lepas tanggung jawab. Sebab kalau kita begini, wah ini pidana, tanggung jawab individual, dmn letak kepemimpinan?" kata Jimly.