Satpam Supriyanto, Tersangka Pembunuh Putri Lapor Komnas HAM
Supriyanto melapor ke Komisi Nasional Hak Asasi Manusia (Komnas HAM), Jakarta, Senin (15/8/2011).
Penulis: Abdul Qodir
Editor: Ade Mayasanto
Laporan Wartawan Tribunnews.com Abdul Qodir
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Supriyanto, tersangka kasus pembunuhan Putri Mega Umboh, istri Kasubdit II Ditreskrimsus Polda Kepri AKBP Mindo Tampubolon, yang ditangguhkan penahanannya, melapor ke Komisi Nasional Hak Asasi Manusia (Komnas HAM), Jakarta, Senin (15/8/2011).
Supriyanto (32 th), satu dari tujuh satpam di Perumahan Anggrek Mas 3, Batam, Kepri, terpaksa melapor ke Komnas HAM, karena selama penahanan mengalami penyiksaan dari penyidik Polda Kepri. Ketujuh satpam tersebut, dijerat sebagai tersangka kasus pembunuhan berencana atas dasar keterangan (BAP) dua tersangka lainnya, pembantu korban yang bernama Rosma dan kekasihnya yang bernama Ujang.
"Kita mau minta hak, supaya (pelaku penyiksaan) dihukum seadil-adilnya," kata Supriyanto seusai membuat laporan di Komnas HAM.
Supriyadi menceritakan, bahwa dirinya bersama enam satpam Perumahan Anggrek Mas 3, ditangkap dan ditahan penyidik Polda Kepri pada 27 Juni 2011, atau sehari setelah ditemukannya mayat Putri di hutan Telaga Punggur, Batam.
Di Polda Kepri, Supriyanto mengaku dipaksa oleh anggota berpakaian preman untuk mengakui menerima uang Rp 1,2 juta dari Ujang. "Saya dipaksa ngaku terima uang dari Ujang. Saya tidak kenal Ujang. Waktu itu belum ditanya soal pembunuhan. Saya disiksa dari jam 10 malam sampai dua pagi. Lima orang pukul dada, perut, kepala saya," ungkapnya.
Penyiksaan yang dialami Supriyanto tak berhenti, karena saat membuat Berita Acara Pemeriksaan (BAP) keesokan paginya, ia kembali disiksa.
Dengan mata tertutup, Supriyanto mengaku dibawa ke ruang pemeriksaan. "Saya ditanya-tanya sambil disiksa. Saya dituduh membunuh. Saya tidak tahu apa-apa. Mereka terus paksa saya ngaku. Saya diinjak-injak, kepala ditendang," ujarnya.
Penyiksaan oleh anggota Polda Kepri juga dilakukan dengan cara menendang alat kelamin Supriyanto. "Saya disuruh jalan jongkok sambil ditendang. Dipukul terus sampai masuk ke sel. Di sel disiksa juga. Saya disuruh makan puntung rokok, barang (alat kelamin) saya ditendang, kepala dipukul pentungan, muka ditonjok. Saya seminggu tak mandi, makan tak manusiawi, minum air bak. Diperlakukan seperti binatang," cerita Supriyanto.
Saat membuat laporan di Komnas HAM ini, tampak lebam masih ada di bagian wajah, luka bekas sudutan rokok di lengan ayah tiga anak itu. "Di paha saya ada bekas libasan tali pinggal. Tulang rusuk saya bergeser karena diijak-injak. Bibir saya dulu pecah-pecah," ujar Supriyanto.
Penyiksaan berhenti ketika anggota Brimob melakukan penjagaan di ruang sel pada 30 Juni 2011.
Menurut Sipriyanto, saat pemeriksaa pertama hingga ketiga, terpaksa harus mengaku melakukan pembunuhan Putri, karena adanya penyiksaan dan tidak didampingi pengacara. Namun, saat pemeriksaan kali keempat, Supriyanto mengaku mencabut semua keterangannya, karena telah didampingi pengacara.
Setelah 33 hari ditahan, Supriyanto dan enam rekannya dibebaskan setelah tim pengacara meminta penangguhan penahanan ke Polda Kepri. Supriyanto mengaku tak tahu menahu soal penculikan, pemerkosaan, hingga pembunuhan Putri.
Pengacara Supriyanto, Sutan Siregar menduga penahanan kliennya ditangguhkan karena penyidik tidak memiliki alat bukti. "Bukti-bukti memang enggak ada. Mereka hanya korban fitnah pelaku. Ujang ditanya siapa yang membantu, disebukanlah satpam-satpam itu. Berdasarkan itu polisi tangkap semua," kata Sutan yang mendamping Supriyanto melapor ke Komnas HAM.
Belakangan atau sekitar 29 Juli 2011, Polda Kepri menetapkan suami Putri, Mindo, sebagai tersangka, dengan tuduhan sebagai otak pembunuhan. Namun, kepolisian tidak melakukan penahanan terhadapnya dan hanya memintanya wajib lapor.
Dalam pelaporan Supriyanto ke Komnas HAM ini, kuasa hukum Mindo, Lindung P Sihombing. "Jangan tanya saya. Kita dampingi saja. Tanya pengacaranya (Sutan)," ujar Lindung.