Nikmati berita interaktif dan LIVE report 24 jam hanya di TribunX
Tribun

Eksepsi Kubu Syarifuddin "Serang" Denny dan ICW

Kubu terdakwa kasus penerimaan suap yang merupakan hakim pengawas kepailitan Pengadilan Negeri Jakarta Pusat Syarifuddin Umar

Penulis: Vanroy Pakpahan
Editor: Johnson Simanjuntak
zoom-in Eksepsi Kubu Syarifuddin
TRIBUNNEWS.COM/HERUDIN
Hakim Pengawas Kepailitan Pengadilan Niaga Jakarta Pusat non aktif, Syarifuddin 

TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Kubu terdakwa kasus penerimaan suap yang merupakan hakim pengawas kepailitan Pengadilan Negeri Jakarta Pusat Syarifuddin Umar menyindir pihak-pihak yang mengumandangkan "nada-nada" sumbang terhadap Majelis hakim yang memeriksa dan mengadili perkara Walikota non aktif Bekasi Mochtar Muhammad.

Mereka dianggap tak mengerti hukum dan kuasa peradilan yang independen dengan sikap yang menyesalkan dan mengecam vonis bebas untuk Mochtar itu.

Sindiran itu tertuang dalam nota keberatan (eksepsi) yang dibacakan tim penasihat hukum Syarifuddin Umar. Mereka menggunakan kliping pemberitaan media massa sebagai acuan melakukan serangan.

Salah satu pihak yang disindir dalam eksepsi yang berjudul "Masih perlukan Pengadilan di Indonesia? Apakah Hakim di Indonesia termasuk Hakim di Persidangan ini Berani Memutus Bebas Kalau Terdakwa tidak Bersalah?" ini, adalah Indonesian Corruption Watch (ICW).

"Misalnya ICW, yang berulang kali mengatakan dan mempertanyakan serta mempermasalahkan, mengapa ada tersangka atau terdakwa korupsi dibebaskan? Lucu bukan, Dimana para "pakar hukum" ini belajar hukum. Sejak kapan ada pendapat hukum yang mengatakan Pengadilan tidak boleh membebaskan terdakwa?" ucapnya di Pengadilan Tipikor, Kamis (20/10/2011).

Eksepsi tim penasihat hukum Syarifuddin memang cukup unik. Entah ada hubungannya dengan track record Syarifuddin yang pernah membebaskan sekitar 39 terdakwa kasus korupsi dan atau ingin mengingatkan Majelis hakim yang memeriksa dan mengadili perkaranya agar tidak takut memvonis bebas dirinya jika tidak terbukti bersalah atau apa, yang jelas, eksepsi penasihat hukum, banyak menyinggung keagungan soal sifat profesi hakim dan agungnya kuasa peradilan.

"Siapa ICW ini bisa menilai Majelis hakim yang sudah bekerja sesuai dengan aturan hukum dan fakta persidangan. Dimana ICW pada waktu proses persidangan, dakwaan dibacakan, nota keberatan, pemeriksaan saksi-saksi, bukti-bukti, oenuntutan dan pembelaan? Memang paling mudah mengomentari vonis hakim. Kalau tidak sesuai keinginannya, "bantai" hakim bersangkutan. Kalau sesuai keunginannya, misalnya deponeering untuk kawan-kawannya, dia diam seribu bahasa," katanya lagi.

Selain ICW, tim penasihat hukum juga "menyerang" Wakil Menteri Hukum dan HAM yang bari Denny Indrayana. Sebab tim "menyerang" Denny sendiri, sama dengan dasar mereka "menyerang" ICW. "Putusan pengadilan adalah ranah tudikatif. Bukan untuk dikomentari. Hal ini merupakan prinsip yang semestinya sudah diketahui oleh orang yang mengaku mengerti hukum, termasuk saudara Denny Indrayana, Sekretaris Satgas mafia hukum yang saat ini malah menjadi Wakil Menteri Hukum dan HAM," katanya.

Lebih jauh tim penasihat hukum pun mempertanyakan kemampuan pengetahuan hukum Denny sehingga Presiden SBY mengangkatnya menjadi Wakil MenkumHAM.

Tak hanya ICW dan Denny, tim penasihat hukum juga "menyerang" KPK. Selain "menyerang" KPK lantan justru mendukung "nada sumbang" ICW dan Denny terkait vonis Majelis hakim pengadilan tipikor, KPK juga disindir seputar proses penyidikan yang dianggap tidak sesuai terhadap Syarifuddin. Hotma cs menyorot proses penggerebekan yang dilakukan penyidik di kediaman Syarifuddin di kawasan Sunter, Jakarta Utara, yang menurut mereka, banyak melanggar aturan hukum.

Berita Rekomendasi
Dapatkan Berita Pilihan
di WhatsApp Anda
Baca WhatsApp Tribunnews
Tribunnews
Ikuti kami di
© 2024 TRIBUNnews.com,a subsidiary of KG Media. All Right Reserved
Atas