Hakim Syarifuddin Harus Jelaskan Asal-usul Uang Asingnya
Jaksa Penuntut Umum (JPU) pada Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) akan mengajukan dan atau menggunakan pembuktian terbalik
Penulis: Vanroy Pakpahan
Editor: Johnson Simanjuntak
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Jaksa Penuntut Umum (JPU) pada Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) akan mengajukan dan atau menggunakan pembuktian terbalik dalam pengungkapan status sejumlah uang rupiah dan uang asing, diluar Rp 250 juta, yang disita mereka saat penangkapan di rumah hakim pengawas kepailitan Pengadilan Negeri Jakarta Pusat Syarifuddin Umar.
“UU No 20 tahun 2001 Pasal 38 huruf d (tentang Tipikor), mekanismenya diatur bagaimana pembuktian terhadap barang bukti atau harta yang diduga berasal dari tindak pidana korupsi yang tidak didakwakan,” kata jaksa Zeth Tadung Allo di Pengadilan Tipikor, Jakarta, Kamis (20/10/2011).
Menurut Tadung, dengan mekanisme itu, pihaknya akan memaksa Syarifuddin untuk menjelaskan status uang-uangnya itu. Itulah sebabnya, pihaknya tak memasukkan uang-uang rupiah dan asing itu dalam surat dakwaan terhadap Syarifuddin.
“Terdakwa sendiri harus membuktikan bahwa dolar-dolar itu berasal dari sumber yang mana, kalau sumbernya benar diyakini hakim bukan dari korupsi, ya kita kembalikan,” ucapnya.
Pembuktian terbalik, lanjut Tadung, akan dilangsungkan setelah pembuktian dakwaan penerimaan suap senilai Rp 250 juta untuk pengurusan aset pailit PT SCI yang ditimpakan kepada Syarifuddin. Pada saat pembacaan nota pembelaan (pledoi), hakim Syarifuddin akan diberi kesempatan untuk menjelaskan mengenai uang rupiah dan uang asing yang ditemukan di rumahnya.
Ini merupakan kali pertama KPK melakukan pembuktian terbalik untuk membuktikan harta kekayaan terdakwa kasus korupsi.