TRIBUNNEWS.COM - Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) Jero Wacik menegaskan  negosiasi antara karyawan (serikat pekerja) dan manajemen PT Freeport Indonesia kian mendekati titik temu.

"Jadi sekarang sudah mulai dekat. Tinggal pendekatan koma," ungkap Menteri ESDM, Jero Wacik, pada konferensi pers di Hotel Westin, Nusa Dua, Bali, yang dirilis Kementerian ESDM di Jakarta. Pada konferensi pers tersebut hadir pula Menteri Tenaga Kerja dan Transmigrasi, Muhaimin Iskandar, serta pejabat di kedua Kementerian.

Dijelaskannya, pada mulanya karyawan meminta gaji naik menjadi 35 dolar AS per jam, tuntutan turun pada Agustus 2011 menjadi 17,5 dolar AS per jam, 25 Oktober 2011 menjadi 7,5 dolar AS per jam, dan pada 7 November menjadi 4 dolar AS per jam. Adapun manajemen menawarkan kenaikan gaji dari semula 2,1 dolar AS per jam menjadi 3,09 dolar AS per jam.

Diharapkan dalam waktu dekat kegiatan penambangan dapat kembali beroperasi. "Sejak kasus ini mencuat pada 29 Juli lalu, melalui mediasi Pemerintah (Kementerian Energi dan Kementerian Tenaga Kerja), dalam perkembangannya kedua belah pihak terus mengajukan revisi penawaran kenaikan gaji hingga selisih besaran gaji pokok yang diusulkan versi kedua belah pihak makin kecil," ujar Menteri ESDM.

Menteri Jero Wacik menyampaikan, Pemerintah terus memantau kasus ini dan melakukan mediasi antara pihak karyawan dan manajemen PT Freeport, karena hal ini menyangkut area pertambangan yang besar dan tenaga kerja yang banyak.

Secara umum Menteri Jero Wacik menilai terjadinya tuntutan kenaikan gaji di sebuah perusahaan adalah hal yang lumrah. Namun, tuntutan kenaikan gaji yang diminta karyawan Freeport dari semula 2,1 dolar AS menjadi 35 dolar AS per jam dianggap terlalu tinggi.

Menteri ESDM menambahkan, kenaikan gaji yang diusulkan manajemen PT Freeport sudah cukup baik karena selain gaji pokok, karyawan juga mendapat berbagai insentif seperti bantuan rumah, transportasi, menambah tunjangan pendidikan anak (hingga perguruan tinggi), lembur, serta kesempatan belajar ke jenjang yang lebih tinggi dan prioritas dalam jabatan saat kembali ke PT Freeport.

Menurut Menteri ESDM, akibat kisruh karyawan dan manajemen PT Freeport, produksi tambang perusahaan tersebut anjlok hingga 5 persen dengan potensi kehilangan revenue sebesar 8 juta dolar AS per hari. "Yang paling penting sekarang adalah bagaimana agar tambang Freeport segera mungkin beroperasi, karena bila tidak beroperasi negara rugi, perusahaan rugi, dan masyarakat pun juga rugi," tegas Menteri.