Nikmati berita interaktif dan LIVE report 24 jam hanya di TribunX
Tribun

Beri Grasi ke Corby, SBY Kurang Bijak

Langkah Presiden SBY memberikan grasi kepada narapidana narkotika Schapelle Corby bukanlah langkah yang bijak

Penulis: Yulis Sulistyawan
zoom-in Beri Grasi ke Corby, SBY Kurang Bijak
TRIBUNNEWS.COM/DANY PERMANA
Yusril Ihza Mahendra, kuasa hukum 22 partai politik peserta Pemilu 2009, mengacungkan surat gugatan atas Undang-undang Pemilu tahun 2012, di Mahkamah Konstitusi, Jakarta, Kamis (19/4/2012). Menurut mereka undang-undang Pemilu tersebut bertentangan dengan UUD 1945, karena dianggap mengekang hak demokrasi warga negara. TRIBUNNEWS/DANY PERMANA 

TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Langkah Presiden SBY memberikan grasi kepada narapidana narkotika Schapelle Corby bukanlah langkah yang bijak dalam pemberantasan narkotika. Dalam sejarah RI, baru kali ini Presiden memberikan grasi atau mengampuni  pelaku kejahatan narkotika  kepada Corby, napi warga negara Australia.

"Presiden sebelumnya tidak pernah melakukan hal itu, baik terhadap napi WNI maupun napi asing," kata Pakar Hukum Tata Negara, Yusril Ihza Mahendra dalam siaran persnya kepada Tribunnews.com, Rabu(23/5/2012).

Menurut Yusril, langkah Presiden memberikan grasi itu juga bertentangan dengan kebijakan pengetatan atau moratorium pemberian remisi kepada napi korupsi, narkotika, terorisme dan kejahatan trans-nasional terorganisir, sebagaimana diatur dalam PP 28/2006. Moratorium pemberian remisi kepada napi saja sudah menghebohkan.  

"Tapi kini, Presiden malah memberi pengampunan," jelasnya.

Remisi lanjut Yusril semestinya diberikan kepada napi karena kelakuan baiknya selama menjalani pidana, jadi semacam imbalan atas perubahan sikap napi. Sementara grasi adalah pengampunan yang diberikan atas dasar belas kasihan oleh seorang Kepala Negara.

"Ketika saya jadi Menteri Kehakiman, Presiden Perancis Francois Mitterand menulis surat kepada Pemerintah RI minta agar Presiden memberikan grasi kepada napi narkotika asal Perancis. Saya atas nama Presiden dengan tegas menolak permintaan itu. Dua minggu kemudian, Presiden Perancis mengirim utusan khusus, adik Pemimpin Libya Moammar Khaddafi  menemui saya membawa pesan Presiden Mitterand. Saya tetap saja menolak permintaan itu. Saya katakan pada mereka bahwa Presiden RI belum pernah memberi grasi dalam kasus narkotika kepada siapa saja," pungkasnya.

Saya heran, mengapa Presiden RI begitu lemah menghadapi permintaan Pemerintah Australia, sehingga dengan mudahnya mengampuni napi narkotika, yang dapat memberikan dampak buruk bagi harkat dan martabat bangsa.

Berita Rekomendasi
Dapatkan Berita Pilihan
di WhatsApp Anda
Baca WhatsApp Tribunnews
Tribunnews
Ikuti kami di
© 2024 TRIBUNnews.com,a subsidiary of KG Media. All Right Reserved
Atas