Nikmati berita interaktif dan LIVE report 24 jam hanya di TribunX
Tribun

Ketua PGI: Tidak Boleh Memaksakan Keseragaman

Andreas A Yewangoe mengatakan, kecenderungan saat ini masyarakat hanya mengamalkan sila pertama Pancasila .

Editor: Gusti Sawabi
zoom-in Ketua PGI: Tidak Boleh Memaksakan  Keseragaman
int
Andreas A Yewangoe bersama Ketua MK Mahfud MD 

TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA- Tindakan intoleransi yang marak terjadi di berbagai daerah belakangan ini dinilai akibat pemahaman yang keliru terhadap nilai-nilai Pancasila. Pemaksaan kehendak terjadi lantaran Pancasila tidak dipahami secara utuh.

Ketua Umum Persatuan Gereja Indonesia (PGI) Andreas A Yewangoe mengatakan, kecenderungan saat ini masyarakat hanya mengamalkan sila pertama Pancasila yakni "Ketuhanan Yang Maha Esa". Namun, sila ke dua yakni "Kemanusiaan yang adil dan beradab" dinafikan.

"Bukan tidak mungkin dengan menyerukan nama Tuhan kita melakukan pembunuhan. Kita juga ber-Ketuhanan Yang Maha Esa di tengah-tengah persatuan Indonesia. Iman kita kepada Tuhan tidak boleh melupakan bahwa kita adalah satu bangsa," kata Andreas ketika memberikan pidato dalam peringatan Pidato Bung Karno 1 Juni 1945 di Gedung Kompleks Parlemen Senayan, Jakarta, Jumat (1/6/2012).

Peringatan itu dihadiri oleh beberapa mantan petinggi negara seperti mantan Presiden Megawati Soekarno Putri, tiga mantan Wakil Presiden Jusuf Kalla, Try Sutrisno, dan Hamzah Haz. Hadir pula istri mantan Presiden (alm) Abdurrahman Wahid, Shinta Nuriyah Wahid, para pimpinan Majelis Permusyawaratan Rakyat, jajaran menteri kabinet, dan pejabat tinggi negara.

Andreas mengatakan, semua pihak harus menerima bahwa hidup di tengah kemajemukan, baik dari segi suku, agama, maupun enis. Maka, kata dia, segala perbedaan yang ada tidak boleh melemahkan kesenasiban.

"Tidak pernah boleh ada yang memaksakan sebuah keseragaman, lebih lagi di dalam berekspresi dan berpendapat. Pemaksaan keseragaman adalah sikap menang sendiri, mengklaim diri paling benar, dan merendahkan martabat orang lain yang juga berhak berpendapat dan berekspresi," kata Andreas.

Andreas menambahkan, Indonesia memang merupakan negara demokrasi terbesar ketiga di dunia. Namun, lanjut dia, demokrasi bukan hanya mengandalkan suara terbanyak. "Suara terbanyak tidak selalu bertindih tepat dengan suara terbaik. Ada nilai-nilai yang mesti diperhatikan dengan seksama yang mengacu kepada Kemanusiaan yang adil dan beradab serta Persatuan Indonesia," kata dia.

Berita Rekomendasi

Kedepan, lanjut Andreas, pendidikan Pancasila perlu digiatkan lagi. Nilai-nilai Pancasila hendaknya menjadi landasan bersikap etis dan moral dalam kehidupan bermasyarakat, berbangsa, dan bernegara. "Pancasila hendaknya dikembalikan kepada kedudukannya sebagai sumber dari segala sumber hukum," kata dia.

baca juga:

Sumber: Kompas.com
Dapatkan Berita Pilihan
di WhatsApp Anda
Baca WhatsApp Tribunnews
Tribunnews
Ikuti kami di
© 2025 TRIBUNnews.com,a subsidiary of KG Media. All Right Reserved
Atas