Persidangan Harus Bisa Mengungkap Sponsor Miranda
Peneliti Divisi Hukum Indonesia Coruption Watch (ICW), Donal Fariz berharap persidangan Mantan Deputi Gubernur Senior Bank Indonesia (BI),
Editor: Johnson Simanjuntak
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Peneliti Divisi Hukum Indonesia Coruption Watch (ICW), Donal Fariz berharap persidangan Mantan Deputi Gubernur Senior Bank Indonesia (BI), Miranda Swaray Goeltom atas kasus cek pelawat, dapat mengungkap siapa sponsor atas cek senilai Rp 24 Miliar itu.
Ditemui di kantor ICW di Kalibata, Jakarta Selatan, Selasa (24/07/2012), Donal mengatakan bahwa jika penyandang dana 480 lembar cek itu tidak terungkap, maka Komisi Pemberantasan korupsi (KPK), yang menyeet Miranda dan sejumlah pelaku lainnya dapat dikatakan gagal.
“Belum bisa disebut tunta s kalau sponsor tidak terungkap, jadi jaksa harus mengejar pengakuan Miranda,” katanya.
Ratusan cek pelawat dengan nominal yang berbeda itu dibagikan ke sejulah anggota DPR periode 1999-2004, di sela-sela pemilihan Deputi Gubernur Senior Bank Indonesia, yang akhirnya pemilihan itu dimenangkan oleh Miranda Swaray Goeltom.
Adalah Nunun Nurbaeti, istri mantan wakapolri Adang Darajatun yang menjembatani perkenalan Miranda kepada para anggota DPR tersebut. Dianggap ikut terlibat, Nunun divonis 2 tahun 6 bulan dengan denda Rp 150 Juta.
Donal yakin ada pihak lain yang mendukung Miranda untuk naik, dan menerima sejumlah keuntungan dari kebijakan-kebijakan yang diambil Miranda selama menjabat DGS BI. Oleh karena itu jika penyidik Gagal menggali pengakuan Miranda, KPK juga bisa meneliti kebijakan-kebijakan yang diambil Miranda, apakah kebijakan tersebut menguntungkan pihak tertentu.
“Salah satu kebijakan yang patut dicurigai adalah pemberian keringan kredit pada bank Artha Graha,” tambahnya.
Penelusuran kebijakan Miranda bisa juga dilakukan dengan meneliti catatan-catatan rapat yang diikuti oleh Miranda, dalam rangka mengambil kebijakan tertentu. Donal menambahka bahwa dari rapat itu bisa diketahui sejauh mana tingkat dominasi Miranda.
“Catatan di BI itu selalu tertata rapi, dan ada rekamannya, selain itu bisa juga di periksa saksi-saksi internal BI,” ujarnya.
Pada Sidang perdana yang digelar di Pengadilan negeri Tindak Pidana Korupsi (Tpikor), Jakarta Pusat hari ini, Miranda dijerat pasal 5 ayat 1 huruf b dan atau pasal 13 Undang-Undang (UU) tentang Pemberantasan Korupsi.
Dengan demikian, Miranda terancam hukuman maksimal lima tahun penjara dan denda maksimal Rp 250 juta. Atas dakwaan tersebut, pihak Miranda Goeltom mengajukan eksepsi atau nota keberatan.
Baca Juga:
Kirim Komentar
Isi komentar sepenuhnya adalah tanggung jawab pengguna dan diatur dalam UU ITE.