Mantan Teroris yang Jadi Juru Masak
Mantan narapidana teroris, Yusuf Adirima, meracik bumbu untuk iga hingga membuat mie ayam.
Editor: Dahlan Dahi
TRIBUNNEWS.COM - Tangan yang dulu terampil memegang senjata api otomatis atau merakit bom, kini lincah memotong bawang Bombai ataupun tomat. Mantan narapidana teroris, Yusuf Adirima, yang mempunyai bekas luka di beberapa tempat, meracik bumbu untuk iga hingga membuat mie ayam.
Kesan tertutup dan antisosial tidak tampak lagi pada terpidana 10 tahun penjara tersebut. Beberapa waktu lalu ia dikenal sebagai anggota jaringan Abu Tholut yang terlibat kasus bom Bali I itu. Kini Yusuf tampak ramah melayani dan bercakap cakap dengan pembeli di warung mi ayam dan iga yang dikelolanya di daerah Tembalang, Semarang, Jawa Tengah.
Pelanggan Yusuf tidak hanya dari kalangan mahasiswa. Satu warung makannya di dekat Polda Jawa Tengah juga membuatnya mendapat pelanggan dari kepolisian dan kejaksaan, institusi yang dulu sempat dimusuhinya.
"Merakit bom, kemungkinannya hanya dua ,meledak atau tidak. Kalau masak kemungkinannya banyak, karena dihidangkan ke beberapa fulan (orang). Bisa ada yang merasa asin, kurang asin, dan sebagainya. Memasak itu mungkin bisa dikatakan sulit, sehingga saya berusaha menjiwai," kata Yusuf kepada Tribun, Rabu (5/9/2012).
Yusuf merupakan mantan mujahidin yang pernah dua tahun mengangkat senjata di Moro, Filipina Selatan. Lelaki asal Jombang, Jawa Timur, itu digrebek oleh Detasemen Khusus 88 Antiteror ketika berada di rumah kontrakannya, Jl Sri Rejeki, Semarang, pada 2003.
Di tempat itu Densus menemukan 20 butir amunisi milik Abu Tholut alias Mustofa yang digunakan untuk operasional bom Bali I. Meskipun tidak terlibat langsung di lapangan, Yusuf divonis 10 tahun.
Meski tidak lagi terlibat dalam jaringan teroris, Yusuf masih sering terusik ketika terjadi teror. Pasti dirinya langsung dimintai keterangan pihak kepolisian terkait peristiwa itu, termasuk teror di Solo belakangan ini. Tidak sekadar bertanya, terkadang pertanyaan pertanyaan polisi memojokkannya.
Setiap ada teror, pesanan dari pihak kepolisian dihentikan untuk sementara. Lalu ada beberapa yang berkomentar miring.
"Itu kancamu (temanmu) nembak di Purworejo atau dimana. Stigma itu masih mengganggu sampai sekarang. Padahal saya memang ingin kembali ke masyarakat," ujarnya.
Tidak hanya polisi, keluarga di Jombang pun khawatir dan selalu meneleponnya begitu ada kejadian. (TRIBUN JOGJA/bakti buwono budiastyo)
Liputan Khusus di Tribun Jakarta
Berita Terkait: Penembakan Solo
Kirim Komentar
Isi komentar sepenuhnya adalah tanggung jawab pengguna dan diatur dalam UU ITE.