Nikmati berita interaktif dan LIVE report 24 jam hanya di TribunX
Tribun

Wacana Pilkada Kembali ke MA Menghina Pengadilan

Wacana pemindahan kewenangan mengadili perkara sengketa Pilkada kembali ke Mahkamah Agung (MA) dinilai Juru Bicara Mahkamah Konstitusi

Penulis: Imanuel Nicolas Manafe
Editor: Johnson Simanjuntak
zoom-in Wacana Pilkada Kembali ke MA Menghina Pengadilan
ist
Akil Mochtar 

TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Wacana pemindahan kewenangan mengadili perkara sengketa Pilkada kembali ke Mahkamah Agung (MA) dinilai Juru Bicara Mahkamah Konstitusi (MK), Akil Mochtar suatu bentuk penghinaan terhadap lembaga pengadilan.

"Nanti kalau tidak senang (dengan penanganan sengketa Pilkada di MA) bisa jadi bolak balik lagi. Pengadilan seolah-olah dijadikan tempat untuk menguji keputusan politik para pembuat Undang-Undang," kata Akil Mochtar saat dihubungi wartawan, Senin (10/9/2012).

Menurut Akil, jika memang kedepannya pembuat Undang-Undang atau badan legislatif mengembalikan kewenangan itu ke MA, maka legislator tersebut dianggap tidak konsisten dalam menyusun Undang-Undang.

Akil menambahkan, sikap ini justru memperlihatkan adanya kepentingan politik pragmatis, bukan berdasarkan design penegakan demokrasi dan hukum.

"Dulu kan di MA dengan berbagai alasan dipindah ke MK. Lalu sekarangn dipindah ke MA lagi, sebenarnya yang perlu dipikirkan konflik kepentingan di MA dan pengadilan bawahan akan sangat mudah diintervensi oleh kekuasaan," kata Akil.

Sebelumnya, Kementerian Dalam Negeri (Kemendagri) meminta sengketa Pilkada dikembalikan ke Mahkamah Agung (MA) sebagai lembaga yang berwenang. Menurut Kepala Pusat Penerangan Kemendagri, Reydonnyzar Moenek, permintaan ini terkait efisiensi dan keefektifan.

Menurut Moenek, selama ini para pemohon dan termohon yang mengajukan permohonan terkait sengketa Pilkada di daerah harus mengeluarkan uang yang tidak sedikit.

Jika dikembalikan ke MA, lanjut Moenek, sengketa Pilkada dapat dilaksanakan di Pengadilan Tinggi yang tersebar di 33 daerah di Indonesia. Pasalnya, MA memiliki lembaga struktural yang bisa memberikan pelayanan kepada para pemohon di daerahnya masing-masing.

"Sudah ada 33 Pengadilan Tinggi di daerah, mereka mempunyai kantor, fasilitas yang bisa difungsikan dibanding harus ke Jakarta," ucap Moenek.

Klik:

Dapatkan Berita Pilihan
di WhatsApp Anda
Baca WhatsApp Tribunnews
Tribunnews
Ikuti kami di
© 2025 TRIBUNnews.com,a subsidiary of KG Media. All Right Reserved
Atas