Nikmati berita interaktif dan LIVE report 24 jam hanya di TribunX
Tribun

Ruhut: Kasihan Antasari Jadi Alat Politik Golkar

Ruhut Sitompul mengaku kasihan dengan mantan Ketua KPK Antasari Azhar karena mau hadir ke rapat Tim Pengawas (Timwas) kasus Century DPR.

Penulis: Abdul Qodir
Editor: Gusti Sawabi
zoom-in Ruhut: Kasihan Antasari Jadi Alat Politik Golkar
NET
Ruhut Sitompul 

TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Politisi Partai Demokrat Ruhut Sitompul mengaku kasihan dengan mantan Ketua KPK Antasari Azhar karena mau hadir ke rapat Tim Pengawas (Timwas) kasus Century DPR.


Menurut Ruhut, seharusnya Antasari tidak perlu hadir seperti dilakukan mantan Wakil Presiden (Wapres) Jusuf Kalla yang menolak hadir, karena sudah tahu tidak ingin menjadi alat politik Partai Golkar.

"Bos, sekarang apalah dia, dia pesakitan. Dia sudah terpidana. JK saja yang merdeka bebas dan terang-benderang mau calon presiden, apa dia tidak bisa datang, sebenarnya bisa. Nyatanya, dia tidak datang. Tapi, dia tidak mau jadi alat politik Golkar. Ini kan karena kader-kader Golkar yang aneh-aneh, tapi Golkar tidak mendukung dia," ujar Ruhut di depan ruang rapat pertemuan Timwas Century dan Antasari, Gedung DPR, Jakarta, Rabu (12/9/2012).

Kehadiran Antasari di Gedung DPR ini adalah atas undangan Timwas Century menyusul testimoninya dalam program acara televisi "Metro Realitas" pada awal Agustus 2012 lalu, bahwa dirinya selaku Ketua KPK pernah diundang oleh Presiden SBY ke Istana Negara pada 9 Oktober 2008. Namun, dalam perkembangan pemberitaan, rapat itu disebut sebagai awal pemberian dana talangan (bailout) Rp 6,7 triliun ke Bank Century.

Selain Antasari, Timwas Century juga mengundang Jusuf Kalla. Namun, dia tidak bisa hadir karena sedang berada di Beijing, China.

Ruhut mengungkapkan, bahwa sebenarnya Antasari tidak ingin hadir ke rapat Timwas Century ini. Sebab, Antasari sudah mengakui dirinya tidak pernah mengatakan kata Century dalam rapat dengan Presiden SBY kala itu.

Namun, Partai Demokrat memberikan kesempatan kepada Antasari agar masalah itu bisa lebih jelas dan diketahui masyarakat. Sebab, Ruhut menyadari Presiden SBY yang juga dari Demokrat terkena imbasnya akibat pemberitaan testimoni Antasari tersebut.

"Kasihan Antasari, jangan lagi diperalat untuk mempolitisir suatu prmasalahan. Jadi, yang tega ingin mengorbankan Antasari, itulah yang dituntut etika dalam berpolitik," tutur Ruhut.

Berita Rekomendasi

Menurut Ruhut, seharusnya anggota Timwas yang vokal ingin Antasari dihadirkan, dapat mengingat bahwa kasus Century sebagaimana keputusan Rapat Pripurna adalah diserahkan ke penegak hukum, dan bukan di ranah politik lagi.

Jadi, prtemuan ini pepesan kosong?  "Iya dong. Ini apa. Kan kita sudah sepakat kalau masalah itu kita serahkan ke ranah hukum. Kalau mengawas, mengawas saja. Kok malah mau jadi Kapolri, Jaksa Agung, jadi KPK," tegas Ruhut yang juga anggota Komisi III DPR.

"Inilah yang kubilang, mereka siap menang, tapi enggak siap kalah. Karena tahu beberapa sutradara di belakang ini, yah kita tertawa saja termehek-mehek. Kalian tahu lah siapa saja. Hahaha," ujar Ruhut diikuti tawa khasnya.

Ruhut menilai pernyataan anggota Timwas dari Golkar, Bambang Soesatyo, bahwa klarifikasi kepada Antasari akan membongkar modus pemerintah dalam menggelapkan uang negara, adalah tidak beralasan.

"Nyatanya Antasari bilang, saya enggak ngomong ini, itu. Lalu, apa lagi? Tadi, dia mengakui, waktu saya nonton live tv, kalau dia bilang tidak ada satu pun kata Century. Dia sudah ngomong terang-benderang, mau diapakan lagi?" tandasnya.

Pemeran si Poltak Raja Minyak dari Medan dalam sinetron "Gerhana" itu memastikan, pertemuan Antasari dan Timwas ini adalah murni politis.

"Bos, Century itu politis. Kalau memang punya niat baik, seharusnya memperjuangkan dana BLBI Rp 700 triliun. Malah minta ditutup. Century ini kan cuma Rp 6,7 triliun, bah. Dan Rp 700 triliun ini sudah balik lagi, rupanya dicairkan lagi dan dikirim ke luar negeri. Dan sekarang sudah kembali lagi atas nama-nama mereka. Itu kejam enggak. Tapi, karena kebetulan banyak orang Partai Golkar yang terlibat, lalu aset-aset PDIP pada era Bu Mega, mereka jadi diam," papar Ruhut.

"Kalau kasus BLBI kan waktu dipimpin Golkar dong, dari zaman Pak Harto, transisi, sampai zaman Bu Mega. Kalau kita enggak ada. Tapi, kalau ini seharusnya malu, ini lucu. Asetnya Robert Tantular sekarang sudah di atas Rp 10 triliun. Itu untung sudah kembali. Tapi, yang Rp 700 triliun itu mana kembali," imbuhnya.

(Abdul Qodir)

Dapatkan Berita Pilihan
di WhatsApp Anda
Baca WhatsApp Tribunnews
Tribunnews
Ikuti kami di
© 2024 TRIBUNnews.com,a subsidiary of KG Media. All Right Reserved
Atas