Nikmati berita interaktif dan LIVE report 24 jam hanya di TribunX
Tribun

DPR Pertanyakan Sikap Diam SBY Damaikan KPK-Polri

Anggota Komisi III DPR, Eva Kusuma Sundari mempertanyakan diamnya Presiden Susilo Bambang Yudhoyono (SBY) saat "konflik"

Penulis: Srihandriatmo Malau
zoom-in DPR Pertanyakan Sikap Diam SBY Damaikan KPK-Polri
TRIBUNNEWS.COM/Tribun Jakarta
FILE FOTO, Logo Kepolisian Republik Indonesia (kanan) dan Logo Komisi Pemberantasan Korupsi. (TRIBUNNEWS.COM) 

TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Anggota Komisi III DPR, Eva Kusuma Sundari mempertanyakan diamnya Presiden Susilo Bambang Yudhoyono (SBY) saat "konflik" Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) dengan Polri bergulir.

Pasalnya menurut Eva, polemik dua institusi hukum ini membutuhkan kuasa SBY untuk menghentikannya agar jangan berlarut-larut dan kontra-produktif pada program pemberantasan korupsi. Karena kinerja dan energi KPK akan fokus untuk kasus ini. Akhirnya kinerja pemberantasan korupsi melemah.

Politisi PDIP ini mengatakan fungsi koordinasi Presiden bisa merujuk isi Undang-undng (UU) KPK Nomor 30 Tahun 2002. Namun menurutnya, agak memalukan sebenarnya, kepemimpinan presiden juga lemah dalam mendisipilinkan para bawahan untuk se-visi, se-misi, se-irama dalam combating tipikor yang tidak lain adalah program andalan presiden sendiri.

Karena itu, sikap SBY dalam penanganan kasus dugaan suap pengadaan alat simulator ujian Surat Izin Mengemudi(SIM), dengan kuasanya untuk membereskan 'konflik' dua lembaga ini dinantikan. Sehingga tujuan pemberantasan korupsi bisa tercapai.

Eva menambahkan sebenarnya hal ini di sisi pelaksana hukum presiden punya kuasa untuk membereskan 'konflik' kedua lembaga yang keduanya menjadi elemen dalam 2 proyek yang dikomandani presiden (inpres penindakan dan pencegahan tipikor).

Apalagi, tegas dia, Polri adalah anggota kabinet. Namun, sangat disayangkan menurutnya SBY tidak melakukannya. Alhasil polemik ini terus bergelinding liar hingga sampai sekarang Inspektur Jenderal Djoko Susilo yang menolak diperiksa oleh Komisi Pemberantasan Korupsi, Jumat (28/9/2012). Djoko merupakan salah satu tersangka KPK dalam kasus dugaan korupsi pengadaan alat simulator surat izin mengemudi di Korlantas.

"Tampaknya Presiden tidak melakukan 'intervensi' koordinasi. Sehingga berlarut-larut. Tidak ada pilihan lain selain ke Mahkamah Agung (MA) untuk meminta fatwa soal sengkarut ini," kata Eva, Senin(1/10/2012).

Berita Rekomendasi

"Biarkan MA menentukan siapa yang paling berhak," lanjutnya menanggapi pernyataan kuasa hukum Djoko, yang mengatakan penolakan itu dilakukan karena Djoko mempermasalahkan kewenangan KPK menangani kasus itu.

Mantan Gubernur Akademi Kepolisian itu beralasan masih menunggu fatwa Mahkamah Agung tentang siapa yang berwenang menangani kasus itu, apakah KPK atau Polri.

Sementara itu, Anggota Komisi III dari F-PKS, Indra menegaskan Kepala Polri Jenderal (Pol) Timur Pradopo perlu mendorong dan menguatkan bawahannya Inspektur Jenderal Djoko Susilo (DS) memenuhi pemanggilan Komisi Pemberantasan Korupsi KPK).

Karena menurut Indra, ketidakhadiran Djoko akan berdampak kepada buruknya citra Polri di mata Publik.Untuk itu peran dan sikap Kapolri sangat diperlukan demi citra institusi yang dipimpinannya.

"Kapolri perlu mendorong dan menguatkan anak buahnya tersebut untuk memenuhi panggilan KPK. Karena bagaimanapun ketidakhadiran DS bisa beribas/berdampak buruk pada citra polri," ungkap Indra.

Untuk diketahui,  Inspektur Jenderal Djoko Susilo menolak diperiksa oleh Komisi Pemberantasan Korupsi, pada Jumat (28/9/2012) lalu.

Terkait itu, Indra berpendapat pembangkangan tersebut sangat patut disesalkan. Karena, sebagai perwira tinggi dari institusi penegak hukum, seharusnya Djoko memberi contoh yang baik kepada publik dan menghormati proses hukum yang sedang berjalan di KPK.

"Kalau DS merasa yakin tidak bersalah, kenapa harus takut untuk memenuhi dan mengikuti proses pemeriksaan di KPK?" tanyanya.

Lebih lanjut, mensikapi bergulirnya polemik ini, Indra menegaskan tentu sesuai denga hukum acara yang ada, apabila Djoko sudah dipanggil secara patut sampai panggilan terakhir, maka bisa dipanggil atau dijemput paksa.

"Dan apabila pemanggilan paksa ini terjadi, hal ini bisa membuat institusi polri semakin tercoreng," tegasnya.

Sementara itu sebelumnya, Timur Pradopo memerintahkan mantan Kepala Korps Lalu Lintas Inspektur Jenderal Djoko Susilo untuk memenuhi panggilan KPK. Karena kenyataannya Djoko tidak memenuhi panggilan KPK pada Jumat pekan lalu, Markas Besar Polri akan berkomunikasi dengan pengacara Djoko.

"Secara struktural sudah (perintahkan) melalui divisi hukum (agar memenuhi panggilan KPK). Tapi karena dia punya pengacara, nanti kita akan komunikasikan," kata Timur Pradopo, Minggu (30/9/2012) pagi di Pangkalan TNI AU Halim Perdanakusuma, Jakarta, seusai menyambut kedatangan Presiden Susilo Bambang Yudhoyono dari lawatan di New York, Amerika Serikat.

Djoko menjadi tersangka kasus dugaan korupsi pengadaan simulator berkendara di Korlantas Polri. Djoko tidak memenuhi panggilan KPK pada Jumat (28/9/2012) dengan alasan penanganan kasus itu dilakukan dua lembaga penegak hukum, yakni KPK dan Polri. Melalui pengacaranya, Djoko juga mempertanyakan keabsahan penggeledahan di Markas Korlantas.

Terkait kemungkinan pemanggilan paksa Djoko oleh KPK, Timur hanya menyatakan, semua ada ketentuannya. Tidak ada penjelasan lebih rinci dari pernyataannya itu.

Berita Terkait: Kasus Simulator SIM

Dapatkan Berita Pilihan
di WhatsApp Anda
Baca WhatsApp Tribunnews
Tribunnews
Ikuti kami di
© 2024 TRIBUNnews.com,a subsidiary of KG Media. All Right Reserved
Atas