Orang Ketiga di Ruang Pilot Sukhoi yang Jatuh
Siapa orang ketiga di ruang pilot Sukhoi?
Editor: Dahlan Dahi
WARTA KOTA/ANGGA BN
Ketua Komite Nasional Keselamatan Transportasi (KNKT) Marsekal Muda TNI (Purn) Tatang Kurniadi (kiri), berdialog dengan Duta Besar Rusia untuk Indonesia Mikhail Yurievich Galuzin seusai memberikan keterangan hasil investigasi jatuhnya pesawat Sukhoi PRJ-95B Registrasi 97004 dengan nomor penerbangan RA 36801 oleh KNKT, di Kantor KNKT Jakarta Pusat, Selasa (18/12). KNKT menyimpulkan kecelakaan pesawat Sukhoi yang jatuh di Gunung Salak pada 9 Mei 2012 dengan jumlah penumpang sebanyak 45 orang tersebut tidak ditemukan kerusakan sistem pesawat namun karena faktor pilot yang tidak mengindahkan peringatan dari sistem yang ada di kokpit pesawat dan pengalihan perhatian dengan percakapan yang tidak terkait dengan penerbangan serta belum adanya Minimum Safe Warning Sistem oleh Jakarta Radar di Kawasan Gunung Salak. ANGGA BN
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Misteri tragedi pesawat Sukhoi Superjet (SSJ) 100 di gunung Salak, 9 Mei 2012, menyimpan jawaban mengejutkan. Tragedi yang merenggut 45 nyawa itu ternyata akibat obrolan bisnis di ruang kokpit. Obrolan itu membuat pilot keluar dari orbit.
Tribun Jakarta melaporkan, temuan terangkum dalam hasil investigasi bersama Komite Nasional Keselamatan Transportasi (KNKT) dan tim Rusia. Disebutkan, sebelum menabrak tebing Gunung Salak di ketinggian 6.000 dpl, sekitar pukul 14.00 lebih 32 menit dan 26 detik WIB, pilot Aleksandr Yablontsev yang asyik mengobrol dengan calon pembeli di pesawat Sukhoi RRJ 95B-97004 Superjet 100, tak menyadari pesawat keluar orbit.
Sekitar 38 detik sebelum menabrak tebing, pilot Aleksandr bahkan mematikan peringatan suara terrain ahead, pull up dan diikuti enam kali avoid terrain dari Terrain Awareness Warning System (TAWS).
Ketua Komite Nasional Keselamatan Transportasi (KNKT), Tatang Kurniadi menduga pilot Aleksandr berasumsi peringatan-peringatan itu, akibat database yang bermasalah.
Tujuh detik jelang tabrakan, pilot lambat mengantisipasi tanda-tanda dini suara landing gear not down dari sistem peringatan pesawat. Peringatan itu aktif, manakala pesawat berada pada ketinggian kurang 800 kaki dari permukaan tanah dan roda pendaratan belum diturunkan.
Dalam hitungan detik, tragedi memilukan tak terhindarkan. Semua penumpang yang turut dalam penerbangan joy flight itu tewas berkeping-keping bersama SSJ-100 yang meledak.
Tepat pukul 14.50, petugas menara pengawas Bandara Halim Perdanakusuma baru menyadari, target (SSJ-100) hilang dari layar radar. Saat itu, tak ada bunyi peringatan sebelum pesawat lenyap dari layar radar.
"Terjadi pengalihan perhatian terhadap awak pesawat dari percakapan berkepanjangan yang tak terkait penerbangan. Ini menyebabkan pilot tak segera mengubah arah pesawat ketika orbit dan pesawat keluar dari orbit tanpa disengaja," ujar Tatang saat menggelar jumpa pers di Gedung KNKT Jakarta, Selasa (18/12/2012).
Di kokpit Sukhoi kala itu ada tiga orang, selain pilot dan co-pilot. Tatang mengungkapkan, saat demonstration flight itu, tiga orang yang duduk di kokpit adalah pilot in command (PIC) yang bertugas sebagai pilot yang mengemudikan pesawat.
Lalu, satu orang sebagai pilot monitoring. "Satu lagi pada tempat duduk observer, duduk seorang wakil calon pembeli," ungkap Tatang.
Menurut Tatang, calon pembeli tersebut bukanlah pilot yang bisa duduk di kokpit. Kendati begitu, kata Tatang, wajar jika ada non-pilot yang merupakan calon pembeli ada di kokpit, terutama saat penerbangan promo. "Ya calon pembeli itu ingin tahu lebih lanjut tentang fitur pesawat yang ada," jelasnya.
Menurut Tatang, ada tiga faktor yang berkontribusi terhadap kecelakaan SSJ-100. Faktor pertama awak pesawat tak menyadari kondisi pegunungan pada jalur yang dilalui.
"Ini mengakibatkan awak mengabaikan peringatan dari terrain avoidance and warning system. Faktor kedua, lemahnya sistem kontrol di Jakarta yang belum dilengkapi data batas tinggi minimum penerbangan," tuturnya.
Sistem kontrol di Jakarta juga belum memiliki sistem peringatan untuk penerbangan di Gunung Salak. Faktor ketiga adalah adanya distraksi yang mengalihkan perhatian pilot. Distraksi itu adalah percakapan berkepanjangan pilot dengan wakil calon pembeli SSJ-100 yang tak terkait penerbangan di kokpit Sukhoi.
"Akibatnya, pilot tidak segera mengubah arah pesawat keluar dari orbit," tandas Tatang.
Mengenai obrolan bisnis itu, Ketua Tim Penyidik KNKT, Mardjono Siswosuwarno mengungkapkan, tim investigasi menemukan fakta bahwa sempat ada diskusi antara pilot dan tamu Sukhoi yang duduk di kokpit.
"Ada diskusi antara tamu dan pilot tentang fuel consumption selama 38 detik," ujar Mardjono. Kemudian, kata dia, sempat ada juga pembicaraan mengenai rencana pesawat berbalik arah ke Bandara Halim Perdanakusumah.
"Sempat ada pertanyaan dari kapten, kita mau pulang apa terus membuat orbit?" tutur Mardjono. Pertanyaan itu diajukan tiga kali. Karena pertanyaan diajukan ketika mengemudikan pesawat, diduga pilot mengambil arah yang tak seharusnya.
"Pilot minta heading 300 ke barat laut, tapi kemudian di sini pilot seperti menyelonong," jelas Mardjono. Pesawat Sukhoi itu menabrak Gunung Salak pukul 0732;16 UTC atau pukul 14:32:16 WIB berdasarkan waktu yang tercatat di Flight Data Recorder (FDR) pada radial 198 dan 28 Nautical Mile (NM) HLM VOR atau pada koordinat 06 derajat 42'45'S106 derajat 44'05"E dengan ketinggian sekitar 6000 kaki di atas permukaan laut. ika
Kirim Komentar
Isi komentar sepenuhnya adalah tanggung jawab pengguna dan diatur dalam UU ITE.