Pemilu 2014 Terancam Tanpa Legitimasi
Dengan ditetapkannya partai politik (Parpol) peserta Pemilu 2014 hanya berjumlah 10 partai dan hanya ada satu partai baru, hasil verifikasi
Penulis: Hasanudin Aco
Editor: Johnson Simanjuntak
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Dengan ditetapkannya partai politik (Parpol) peserta Pemilu 2014 hanya berjumlah 10 partai dan hanya ada satu partai baru, hasil verifikasi faktual parpol peserta Pemilu pada saat rapat terbuka di KPU Senin (7/1/2013), lalu, maka partai-partai yang dinyatakan tidak lolos layak melakukan tindakan hukum.
Ketua Umum Aliansi Nasionalis Indonesia (Anindo) Edwin Henawan Soekawati menegaskan semangat pembatasan jumlah parpol peserta Pemilu adalah bentuk nyata dari konspirasi oligarki politik dalam Pemilu.
"Terasa kental kepentingan pesanan pihak tertentu agar kelanggengan kekuasaan politik ada dalam kelompok tertentu semata," kata Edwin di Jakarta, Sabtu (12/1/2013).
Dikatakan pembatasan parpol hanya merupakan wujud implementasi oligarko partai-partai di parlemen cenderung tidak bersih dan hanya ingin melanggengkan kekuasannya, berorientasi kepada kepentingan partainya serta tidak untuk kepentingan rakyat banyak sesuai cita-cita proklamasi.
Dikatakan UU Parpol dan Pemilu hanya ditetapkan oleh partai di parlemen saat ini sangat sarat kepentingan partai mereka sendiri saja, tidak baik untuk kepentingan masyarakat banyak.
"Penetapan peserta pemilu kali ini layak dicermati sarat dengan kecurangan dan ketidakadilan," kata dia.
Dia mencontohkan ada indikasi KPU melakukan verifikasi berdasarkan pesanan dari partai di parlemen yang telah berjasa memilih mereka menjadi anggota KPU dengan bentuk mematikan parpol diluar parlemen sebagai balas jasa.
Menurut dia Anindo memahami bila masyarakat pemilik hak suara yang pada mulanya mendukung partai baru yang digugurkan KPU pada akhirnya tidak berpartisipasi pada Pemilu 2014.
"Pemilu 2014 adalah sebuah pemilu tidak adil dan tidak mengacu pada Pancasila dan UUD 45 sesuai cita-cita proklamasi," kata dia.
Dikhawatirkan kekecewaan masyarakat membuat pemilih tidak menyuarakan suaranya di Pemilu sehingga partisipasi pemilih menurun yang bisa mengurangi legitimasi Pemilu.