Partai SRI-KPU Adu Urat Saraf di Sidang Ajudikasi Bawaslu
Sidang sengketa pemilu atau ajudikasi antara Partai Serikat Rakyat Independen dan Komisi Pemilihan Umum (KPU) di Badan Pengawas
Penulis: Y Gustaman
Editor: Anwar Sadat Guna
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Sidang sengketa pemilu atau ajudikasi antara Partai Serikat Rakyat Independen dan Komisi Pemilihan Umum (KPU) di Badan Pengawas Pemilu, Jakarta, Senin (21/1/2013), berjalan alot.
Partai SRI selaku pemohon, dan KPU sebagai termohon, saling adu urat saraf.
Partai SRI yang diwakili Ketua Divisi Bidang Hukum, Horas Naiborhu, menyampaikan permohonan sengketa secara tertulis, menyoal verifikasi faktual tingkat kabupaten atau kota oleh KPU daerah di Aceh, Sulawesi Selatan, Kota Bogor, dan DKI tidak benar.
Termohon yang diwakili komisioner KPU Ida Budhiati merespon bahwa KPU pada prinsipnya sangat menghargai dan menghormati pokok persoalan yang sudah disampaikan secara detil.
"Dan beberapa sudah kami respon dan jelaskan dalam forum mediasi berapa waktu lalu," ujarnya.
Ia menilai, beberapa item yang diajukan Partai SRI tidak bisa ditanggapi dalam sidang ajudikasi di mana Bawaslu sebagai majelis pemeriksa.
Misalnya saja, terkait pengujian produk hukum administratif di KPU adalah domain dan wewenang Pengadilan Tinggi Tata Usaha Negara
Karena permohonan dijawab KPU secara lisan, Horas tidak terima dan meminta KPU juga memberikan jawaban tertulis demi persamaan di depan hukum.
"Kami sangat mengharapkan apa yang kami sampaikan secara tertulis dijawab secara tertulis. Kalau kami sampaikan secara lisan dijawab secara lisan," tukas Horas.
Karena perdebatan menyoal tata cara persidangan, majelis pemeriksa dari komisioner Bawaslu, Nasrullah meminta Partai SRI untuk langsung membahas persoalan yang disengketakan.
Hal ini diamini majelis lainnya Nelson Simanjuntak. Menurutnya, sidang ini tak bisa mengadopsi penuh tata cara sidang perdata.
Pada akhirnya, usulan majelis diterima Partai SRI, lalu masuk membahas kenapa kepengerusan dan kantor di daerah seperti tersebut di atas tidak sah. Setidaknya, ada 21 DPC Partai SRI tidak memenuhi syarat.
"Kami kesulitan daerah yang mana? Makanya kami memohonkan 21 DPC bermasalah itu disebut eksplisit," pinta Ida kepada pemohon, sambil menambahkan bahwa terkait beban pembuktian, bukan saja termohon, tapi juga dibebankan kepada pemohon.
Permohonan Partai SRI lalu ditanggapi satu per satu oleh KPU terkait. Komisioner KIP Aceh Ilham Saputra langsung menjelaskan, bahwa pihaknya sampai saat ini untuk verifikasi faktual hanya menerima 13 berkas DPC.
"Berdasar berkas tadi di Aceh Besar, Partai Sri bilang tidak termasuk yang diverifikasi. Kemudian di Pidie. Kami berusaha mencari pengurus dan kantor Partai SRI tapi tidak ada. Begitu juga Pidie Jaya, Lhoksemawe, Nagan Raya," ujar Ilham.
Menurut Ilham, alasan KIP Aceh menetapkan Partai SRI tidak memenuhi syarat untuk Provinsi NAD, karena tidak memberikan berkas apapun terkait 13 DPC. Mereka tidak mengajukan bukti surat kepengurusan dari DPW dan DPP.
Ketua Umum DPP Partai SRI, Damianus Taufan tak setuju dengan penjelasan KIP Aceh. Pasalnya, dalam berkas yang diterima, KPU telah memberi contreng 21 DPC Partai SRI di NAD. Karena merasa sudah dicek langsung KPU, Partai SRI merasa tak perlu ajukan perbaikan.
"Dari check list kita tidak merasa kurang dari 21. Perbaikan dilakukan jika tidak di-check list KPU. Check list itu diberikan dari KPU ke kita. Logikanya berarti tidak ada yang kurang. Kenapa kesalahan KPU dibebani ke kita. Kan yang tidak proper KPU," kata Taufan.