PDS Tuding KPU Diskriminasi dalam Verifikasi Faktual
Ketua Umum Partai Damai Sejahtera (PDS) Denny Tewu menilai Komisi Pemilihan Umum memperlakukan partai secara diskriminatif dalam proses
Penulis: Y Gustaman
Editor: Johnson Simanjuntak
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Ketua Umum Partai Damai Sejahtera (PDS) Denny Tewu menilai Komisi Pemilihan Umum memperlakukan partai secara diskriminatif dalam proses verifikasi faktual. Sehingga KPU menetapkan PDS tidak memenuhi syarat untuk peserta Pemilu 2014.
Menurut Denny, seharusnya partai politik baik lama dan baru dalam mengikuti kontes demokrasi dalam Pemilu 2014 harus diperlakukan sama dan tidak boleh dibedakan, merujuk keputusan MK Nomor 52/PUU-X/2012 ditetapkan pada 15 Agustus 2012.
"PDS terbukti diperlakukan berbeda dalam verifikasi faktual. Karena itu, kami mengajukan gugatan sengketa terhadap KPU atas tindakan-tindakan diskriminatif," katanya Denny usai sidang ajudikasi di kantor Bawaslu, Jakarta Pusat, Rabu, (23/1/2013).
Apalagi, lanjut Denny, Bawaslu memiliki bukti dugaan pelanggaran administrasi hasil perbaikan, penundaan, pengumuman penelitian hasil perbaikan, pengadaan penyelenggara sistem informasi parpol, serta ketertutupan akses bagi parpol, bahkan bawaslu.
Inilah alasan Denny menyebut KPU tak mengindahkan keputusan DKPP Nomor 25-26/DKPP-PKE-I/2012, yang meminta KPU bekerja lebih profesional, jujur, adil dan akuntabel dalam melakukan proses verifikasi faktual terhadap 18 parpol yang awalnya dinyatakan gagal.
"Ini terlihat dari jadwal pemeriksaan yang tidak sesuai karena hanya diberi waktu enam hari dan bertepatan pada Hari Natal. Padahal kami telah memenuhi syarat 100 persen hingga 33 provinsi, 318 kabupaten-kota. Apalagi Bawaslu merekomendasikan 12 parpol agar diperlakukan dalam proses verifikasi faktual," imbuhnya.
Komisioner KPU Arief Budiman mengomentari bahwa tindakan diskriminasi yang dilakukan pihaknya lebih karena waktu verifikasi faktual terhadap 18 parpol termasuk PDS, lebih pendek yakni enam hari dibandingkan dengan 16 parpol tidak lah berdasar.
Karena, tegas Arief, jadwal pemeriksaan selama enam hari dalam proses verifikasi faktual itu adalah perintah DKPP. "Sehingga jangan anggap kami (KPU) diskriminatif, karena itu adalah perintah DKPP, bukan kami yang membuat aturan itu," tukasnya.