Amran Batalipu: Saya Ditodong Densus 88
Sulawesi Tengah, Amran Abdullah Batalipu curhat dalam nota pembelaannya (pledoi).
Penulis: Edwin Firdaus
Editor: Rachmat Hidayat
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA--Terdakwa perkara suap pengurusan sertifikat hak guna usaha (HGU)perkebunan kelapa sawit di Kabupaten Buol, Sulawesi Tengah, Amran Abdullah Batalipu curhat dalam nota pembelaannya (pledoi).
Dalam pledoi pribadi yang ia bacakan di persidangan, mantan Bupati Buol itu mengeluhkan cara penangkapan tim Komisi Pemberantasan Korupsi terhadapnya. Menurutnya, tindakan KPK tidak sesuai dengan etika lembaga penegak hukum.
Amran mengakui, pada Jumat tanggal 6 Juli tahun lalu, tim KPK dibantu satuan Detasemen Khusus Antiteror 88 Mabes Polri menangkap Amran pada Pukul 04.00 sampai 05.00 WITA.
Ia sangat kecewa lantaran ditangkap sebagai tersangka tanpa melalui pemeriksaan terlebih dulu, seperti lazimnya dilakukan KPK.
"Penangkapan terhadap saya tidak manusiawi. Saya ditangkap sebagai tersangka tanpa melalui pemeriksaan dan dua alat bukti yang cukup," kata Amran saat membacakan pledoi di Pengadilan Tindak Pidana Korupsi, Jakarta, Jumat (28/1/2013).
Terlebih, lanjut Amran, penangkapan itu juga melibatkan Densus 88 dengan cara mendobrak pintu rumahnya sampai rusak.
"Saya diseret keluar sambil ditodong senapan laras panjang, dan diborgol," kata Amran.
Menurut Amran, saat ditangkap dia hanya mengenakan sarung. Saat hendak menminta izin pakai celana panjang, tim KPK dan Densus 88 tidak mengindahkannya dan bergegas terus menyeretnya.
"Anak dan ibu saya juga ditodong senapan. Sampai sekarang mereka masih trauma. Istri saya juga di bawah todongan senapan saat menandatangani surat penangkapan saya," kata Amran.