Nikmati berita interaktif dan LIVE report 24 jam hanya di TribunX
Tribun

Wakil Ketua MPR Desak Presiden SBY Bentuk TPF

Presiden Susilo Bambang Yudhoyono (SBY) diminta membentuk tim pencari fakta (TPF) untuk menyelidki dan menemukan

Penulis: Johnson Simanjuntak
zoom-in Wakil Ketua MPR Desak Presiden SBY Bentuk TPF
TRIBUN JOGJA/HASAN SAKRI GHOZALI
PENYERBUAN LAPAS CEBONGAN - Salah seorang sipir Lapas Cebongan yang mengalami luka saat terjadi penyerangan di Lapas Cebongan, Sleman, DI Yogyakarta, Sabtu (23/3/2013). Pada Sabtu dini hari terjadi penyerangan yang dilakukan oleh sekelompok orang bersenjata yang menewaskan empat orang tersangka pelaku pembunuhan di Hugos Cafe yang ditipkan oleh Polda DI Yogyakarta di Lapas tersebut. (TRIBUNJOGJA/HASAN SAKRI GHOZALI) 

TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Presiden Susilo Bambang Yudhoyono (SBY) diminta  membentuk tim pencari fakta (TPF) untuk menyelidki dan menemukan fakta-fakta hukum kasus penembakan di Lapas Cebongan, Sleman, Yogyakarta, yang menewaskan 4 orang tahanan.

"TPF penting agar masyarakat luas mengetahui akar masalah dan aktor-aktor yang melakukan penembakan secara sewenang-wenang dan melanggar hukum itu. Sebab, selama ini banyak kasus yang melibatkan TNI/Polri berakhir tak jelas dan berlangsung tertutup," ujar Wakil Ketua MPR RI Lukman Hakim Saifuddin dalam dialog “Menata Hubungan TNI/Polri” bersama kriminolog UI Andrianus Meliala, dan pengamat militer dari LIPI Jaleswari Pramadhawardani di Gedung MPR/DPR RI Jakarta, Senin (25/3/2013).

Menurutnya, selama TNI/Polri yang melakukan penyelidikan dan pengadilan, maka selama itu rakyat tak pernah mendapat informasi yang sesungguhnya dalam kasus yang melibatkan TNI/Polri seperti dalam kasus penembakan Lapas di Sleman.

"Justru saya kaget dengan pernyataan Pangdam IV Diponegoro Mayjen Hardiyono Saroso yang membantah anggotanya terlibat dalam aksi penyerangan itu, makin memperkuat dugaan sebaliknya bahwa ada keterlibatan anak buahnya,” kata Lukman Hakim Saifuddin

Politisi PPP itu belum yakin betul dengan TPF akan berhasil mengungkap kasus yang sesungguhnya, sebagaimana kasus pembunuhan aktivis Kontras alm Munir, tapi setidaknya masyarakat luas mengetahui perkembangan dari kasus yang terjadi.

Contohnya lagi yang masih anyar adalah kasus penyerangan TNI ke Mapolres OKU, Sumatera Selatan menurut Lukman, ternyata rakyat tidak mengetahui perkembangan hukumnya.

“Kalau kasus seperti ini terus begini, maka ke depan sangat mengerikan dan jelas tidak ada kepastian hukum. Padahal, itu antara TNI/Polri, bagaimana kalau menimpa rakyat? Bukankah TNI/Polri dibiayai dengan anggaran negara? Lalu, bisa menembak dengan brutal tanpa proses hukum? Jadi, Presiden SBY harus panggil Panglima TNI dan Kapolri untuk menuntaskan itu secara hukum,” katanya.

Berita Rekomendasi

Menurut Andrianus, sebenarnya polisi sudah tahu siapa pelaku yang sesungguhnya, tapi tak berani menangkap, sehingga menunggu kerelaan dari pihak TNI. Dia membantah terjadinya konflik TNI/Polri belakangan ini akibat kecemburuan kesejahteraan, karena secara struktur kepegawaian semisal remunerasi, justru TNI mendapat sebesar 60 %, dan Polri hanya 15 %.

“Memang ada masalah di internal TNI maupun Polri sendiri, yang tidak mau melihat bahwa kedua lembaga ini memang berbeda,” ujarnya.

Dapatkan Berita Pilihan
di WhatsApp Anda
Baca WhatsApp Tribunnews
Tribunnews
Ikuti kami di
© 2024 TRIBUNnews.com,a subsidiary of KG Media. All Right Reserved
Atas