Wakil Ketua MPR Desak Presiden SBY Bentuk TPF
Presiden Susilo Bambang Yudhoyono (SBY) diminta membentuk tim pencari fakta (TPF) untuk menyelidki dan menemukan
Penulis: Johnson Simanjuntak
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Presiden Susilo Bambang Yudhoyono (SBY) diminta membentuk tim pencari fakta (TPF) untuk menyelidki dan menemukan fakta-fakta hukum kasus penembakan di Lapas Cebongan, Sleman, Yogyakarta, yang menewaskan 4 orang tahanan.
"TPF penting agar masyarakat luas mengetahui akar masalah dan aktor-aktor yang melakukan penembakan secara sewenang-wenang dan melanggar hukum itu. Sebab, selama ini banyak kasus yang melibatkan TNI/Polri berakhir tak jelas dan berlangsung tertutup," ujar Wakil Ketua MPR RI Lukman Hakim Saifuddin dalam dialog “Menata Hubungan TNI/Polri” bersama kriminolog UI Andrianus Meliala, dan pengamat militer dari LIPI Jaleswari Pramadhawardani di Gedung MPR/DPR RI Jakarta, Senin (25/3/2013).
Menurutnya, selama TNI/Polri yang melakukan penyelidikan dan pengadilan, maka selama itu rakyat tak pernah mendapat informasi yang sesungguhnya dalam kasus yang melibatkan TNI/Polri seperti dalam kasus penembakan Lapas di Sleman.
"Justru saya kaget dengan pernyataan Pangdam IV Diponegoro Mayjen Hardiyono Saroso yang membantah anggotanya terlibat dalam aksi penyerangan itu, makin memperkuat dugaan sebaliknya bahwa ada keterlibatan anak buahnya,” kata Lukman Hakim Saifuddin
Politisi PPP itu belum yakin betul dengan TPF akan berhasil mengungkap kasus yang sesungguhnya, sebagaimana kasus pembunuhan aktivis Kontras alm Munir, tapi setidaknya masyarakat luas mengetahui perkembangan dari kasus yang terjadi.
Contohnya lagi yang masih anyar adalah kasus penyerangan TNI ke Mapolres OKU, Sumatera Selatan menurut Lukman, ternyata rakyat tidak mengetahui perkembangan hukumnya.
“Kalau kasus seperti ini terus begini, maka ke depan sangat mengerikan dan jelas tidak ada kepastian hukum. Padahal, itu antara TNI/Polri, bagaimana kalau menimpa rakyat? Bukankah TNI/Polri dibiayai dengan anggaran negara? Lalu, bisa menembak dengan brutal tanpa proses hukum? Jadi, Presiden SBY harus panggil Panglima TNI dan Kapolri untuk menuntaskan itu secara hukum,” katanya.
Menurut Andrianus, sebenarnya polisi sudah tahu siapa pelaku yang sesungguhnya, tapi tak berani menangkap, sehingga menunggu kerelaan dari pihak TNI. Dia membantah terjadinya konflik TNI/Polri belakangan ini akibat kecemburuan kesejahteraan, karena secara struktur kepegawaian semisal remunerasi, justru TNI mendapat sebesar 60 %, dan Polri hanya 15 %.
“Memang ada masalah di internal TNI maupun Polri sendiri, yang tidak mau melihat bahwa kedua lembaga ini memang berbeda,” ujarnya.