Tanpa Abraham Samad KPK Bakal Tamat
Ada upaya keras dan sistematis untuk membungkam dan mengerdilkan Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK).
Penulis: Yulis Sulistyawan
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA – Ada upaya keras dan sistematis untuk membungkam dan mengerdilkan Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK). Setelah berbagai upaya dari luar berhasil digagalkan, kini skenario pembungkaman KPK dilakukan dari dalam.
"Rekayasa skandal sprindik (surat perintah penyidikan) KPK untuk Anas Urbaningrum yang disebar ke publik antara lain oleh orang Istana, awal Februari lalu, merupakan bagian dari skenario licik itu," tulis Koordinator Gerakan Indonesia Bersih Adhie Massardi dalam pernyataannya kepada Tribunnews.com, Kamis (28/3/2013).
Adhie Massardi mengaku tidak ragu menyebut skandal beredarnya Sprindik KPK aspal itu akan diarahkan untuk menembus jantung KPK yakni Abraham Samad. Sebab meskipun secara organisasi keputusan KPK kolektif kolegial, tapi unsur Abraham Samad menjadi kunci keberanian KPK membidik korupsi di pusat kekuasaan.
Selain meningkatkan status skandal rekayasa bailout Bank Century yang merugikan keuangan negara Rp 6,7 triliun, Samad juga memainkan peran sangat penting dalam pemberantasan korupsi yang melibatkan tokoh-tokoh sentral di Partai Demokrat binaan Susilo Bambang Yudhoyono yang juga Presiden RI.
"Saya percaya, oleh Komite Etik yang memeriksa kasus ini, Sprindik aspal KPK itu akan dihunjamkan ke dada Samad. Sebab dari 5 anggota KE, dua tidak steril dari kasus Century, dua lagi tidak steril dari kekuasaan Istana, dan hanya satu yang betul-betul netral," lanjut Adhie.
Padahal menurut Adhie, tanpa Samad, nasib KPK bisa tamat. Karena akan kehilangan kepercayaan masyarakat. "Atau KPK berubah menjadi kucing, yang hanya bisa menakut-nakuti tikus kampung yang kecil. Padahal koruptor di negeri ini dari jenis beruang dengan kaki dan tangan bercakar kuat dan tajam," tambah Adhie.
Maka masyarakat sipil yang rindu penumpasan komplotan beruang ganas itu, tidak boleh membiarkan hal ini terjadi. "Save Samad. Save KPK !" tegas Adhie Massardi.