BPK: Dokumen Impor Daging Sapi Dipalsukan
Sebagian besar temuan tersebut, terkait transaksi impor itu sendiri.
Penulis: Srihandriatmo Malau
Editor: Rachmat Hidayat
TRIBUNNEWS.COM,JAKARTA--Kepala Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) Hadi Poernomo mengungkapkan pihaknya menemukan sembilan temuan dari hasil pemeriksaan atas pengendalian impor daging sapi tahun 2010-2012. Dan sebagian besar temuan tersebut, terkait transaksi impor itu sendiri.
"Hasil pemeriksaan swasembada daging sapi ada sembilan temuan. Satu temuan mengenai sistem pengendalian internalnya. Delapan temuan adalah mengenai transaksi impor," ungkap dia kepada wartawan saat konferensi pers Hasil Pemeriksaan BPK semester II Tahun 2013 (IHPS II) dalam Paripurna DPR, Jakarta, Selasa (2/4/2013).
Ditegaskan, sebagian besarnya ditemukan terjadi pemalsuan oleh beberapa perusahaan. "Sebagian besar pemalsuan dokumen-dokumen impor," jelasnya.
Sedangkan nilai kerugiannya, BPK belum menentukan secara detail, dan secara jelas. Karena BPK masih akan menindak-lanjutinya dengan kerjasama dengan petugas Bea dan Cukai. "Nanti ada tahap berikutnya untuk menentukan jumlah kerugiannya," ucapnya.
Lebih lanjut dia katakan, hasil pemeriksaan juga menunjukkan adanya kasus kelemahan Sistem Pengendalian Intern (SPI0 dan ketidak-patuhan terhadap ketentuan perundang-undangaan.
Menurut keterangannya, pada periode hingga September 2011, penetapan kebutuhan impor, pemberian kuota dan penerbitan Surat Persetujuan Pemasukan (SPP) atas impor daging sapi dan jeroan sapi seluruhnya masih menjadi kewenangan Kementerian Pertanian.
Disebutkan, realiasi impor daging sapi 2010 dan 2011 melebihi kebutuhan impor. Yakni masing-masing sebanyak 83,8 ribu ton atau 150 persen dari kebutuhan impor (2010) dan 67,1 ribu ton atau 187 persen dari kebutuhan impor (2011).
Sedangkan pada periode Oktober 2011 hingga sekarang, kewenangan penetapan kebutuhan impor yang telah melalui rapat kordinasi terbatas yang dikoordinasikan Menteri Kordinator Bidang Perekonomian, kewenangan pemberian persetujuan impor (PI) oleh Menteri Perdagangan. Dan kewenangan pemberian rekomendasi persetujuan pemasukan (RPP) ada di tangan Menteri Pertanian. "Masih ditemukan kelalaian dalam penerbitan PI yang tidak berdasarkan RPP," jelasnya.
Selain itu, kata dia, terdapat lima kasus impor daging sapi yang diduga mnelanggar peraturan dan perizinan yaang diberikan.
Indikasi ini diketahui dengan tanpa surat persetujuan pemasukan (SPP), memalsukan dokumen invoice pelengkap persetujuan Impor Barang (PIB). Pun memalsukan surat persetujuan impor daging imor sapi, tanpa melalui prosedur karantina dan merubah nilai transaksi impor daging sapi untuk membayar bea masuk yang lebih rendah.