MPR: Pergantian Pangdam V Diponegoro dan Kapolda DIY Jangan Kamuflase
Wakil Ketua MPR, Hajriyanto Y Thohari menilai pergantian Pangdam V Diponegoro, Mayjen TNI Hardiono
Penulis: Y Gustaman
Editor: Widiyabuana Slay
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Wakil Ketua MPR, Hajriyanto Y Thohari menilai pergantian Pangdam V Diponegoro, Mayjen TNI Hardiono Saroso, dan Kapolda DIY, Brigjen Pol Sabar Rahardjo harus transparan, apakah murni karena mutasi biasa, atau sanksi terkait penyerangan Lapas Cebongan.
"Kalau mutasi sebagai sanksi, katakan saja itu sebagai sanksi. Kalau mutasi sebagai tour of duty, katakan itu mutasi biasa. Artinya jangan ada kamuflase, misalnya sanksi itu dijatuhkan dengan mengatakan mutasi biasa," ujar Hajriyanto kepada wartawan di Jakarta, Minggu (7/4/2013).
Menurut Hajriyanto, memang sudah menjadi wewenang lembaga seperti TNI dan Polri melakukan pergantian pucuk pimpinan kewilayahan berdasar pertimbangan tertentu. Namun, itu harus dilakukan secara transparan apakah pergantian itu murni mutasi atau sanksi.
"Pasalnya setiap institusi memiliki protap sendiri prosedur dan mekanisme sanksi yang diberikan. Kami menghargai yang penting dilakukan adalah keterbukaan dan transparansi," lanjut Thohari yang juga politisi Partai Golkar ini.
Mayjen TNI Hardiono Saroso dan Brigjen Sabar diganti, disinyalir terkait kasus penyerangan Lapas Klas II B Cebongan, Sleman, oleh pelaku bersenjata yang belakangan diakui Tim Investigasi TNI AD adalah 11 oknum anggota Kopassus Grup 2 Kandang Menjangan, Kartosuro.
Posisi Mayjen TNI Hardiono akan digantikan Mayjen TNI Sunindyo. Sementara posisi Brigjen Pol Sabar Rahardjo diganti oleh Brigjen Pol Haka Astana yang saat ini menjabat kepala Biro Kajian dan Strategi Sumber Daya Manusia (SDM) Mabes Polri.
Kadiv Humas Polri Irjen Pol Suhardi Aliyus tidak menjelaskan apa alasan mutasi tersebut dilakukan. Ia menegaskan bahwa mutasi dilakukan setelah mendapatkan persetujuan Dewan Pertimbangan Jabatan dan Kepangkatan (Wanjak) Polri.