Nikmati berita interaktif dan LIVE report 24 jam hanya di TribunX
Tribun

Jangan Hanya Pemenang Tender, KPK Harus Periksa Kemendikbud

Anggota Komisi X DPR dari Fraksi PAN, Nasrullah Larada mendukung langkah Koalisi Pendidikan yakni ICW dan FITRA

Penulis: Srihandriatmo Malau
Editor: Johnson Simanjuntak
zoom-in Jangan Hanya Pemenang Tender, KPK Harus Periksa Kemendikbud
BANGKA POS/RESHA JUHARI
Pengawas membimbing seorang murid penyandang tuna rungu di Sekolah Menengah Atas Luar Biasa (SMALB) Negeri Pangkalpinang, Senin (15/4/2013) agar bisa mengisi soal Ujian Nasional yang telah disediakan. Ujian Nasional di SMALB Negeri tersebut diikuti oleh 5 siswa tuna rungu. BANGKA POS/RESHA JUHARI 

TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Anggota Komisi X DPR dari Fraksi PAN, Nasrullah Larada mendukung langkah Koalisi Pendidikan yakni ICW dan FITRA melaporkan salah satu pemenang tender penggandaan dan distribusi soal Ujian Nasional (UN) kepada Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK).

PT Ghalia Indonesia Printing dinilai tidak memiliki rekam jejak yang cukup untuk mengikuti tender penggandaan dan distribusi soal Ujian Nasional di Kemendikbud. Karenanya Koalisi Pendidikan melaporkannya ke KPK.

Namun, menurut Politisi Partai Amanat Nasional (PAN) ini, jangan hanya sebatas pemenangnya. Tapi dimulai dari awal pembuat kebijakan.

Karena, sesuai dengan Permendikbud No 3 tahun 2013, pasal 25 disebutkan bahwa penggandaan dan pendistribusian soal/lembar jawaban UN SMP/MTs/SMPLB/SMA/K/MA/K sederajat, menjadi tanggung jawab pemerintah pusat.

"Ini artinya semua persoalan yang terkait tata kelola, manajemen dan keuangan yang terkait penggandaan soal dan jawab tanggung jawab Kemendibud," tegas anggota DPR ini kepada Tribunnews.com, Jakarta, Selasa (16/4/2013).

Dia tegaskan, jadi kesalahan ini bukan semata pihak percetakan melainkan juga kementerian. Hal ini termasuk adanya soal yang salah bagi sejak hari H1 dan H2.

Lebih lanjut, Nasrullah mengatakan baru kali ini dalam sejarah pelaksaan UN terjadi penundaan waktu ujian di beberapa Propinsi hanya karena persoalan teknis yang terkait dengan percetakan. Hal ini sangat memalukan dan mencoreng dunia pendidikan nasional.

Kejadian ini sekaligus membuktikan bahwa sistem manajemen, fungsi kontrol dan pengawasan, sikap profesional yang ada di kemendikbud patut dipertanyakan. Bisa jadi kasus tertundanya UN merupakan klimaks dari berbagai kebijakan Menteri Pendidikan dan Kebudayaan (Mendikbud) M Nuh yang tidak pernah terencana dengan baik serta selalu menafikan etika profesi akademik.

"Oleh karenanya, sebagai bentuk tanggung jawab moral, akademik, etik dan profesi, sudah sepantasnya Presiden SBY untuk segera mengganti Mendikbud, sebelum wajah pendidikan nasional semakin terpuruk dititik nol," tegas dia.

Setelah tertundanya UN SMA/K/MA/K/SMALB/PK di 11 Provinsi dan banyaknya kekacauan distribusi soal di Propinsi lain yang menyelenggarakan UN, imbuhnya, hari kedua pun masih diwarnai berbagai kekacauan. Seperti di Sumatera Utara, ada sekitar 521 SMA/K sederajat yang menunda UN karena soal yang diterima tidak sesuai dengan mata pelajaran yang diujikan.

Bahkan di Sumatera Barat, Banten dan Riau juga ada beberapa sekolah yang soalnya masih saja tertukar.

Dia juga mengkritisi pernyataan Mendikbud mengenai hal ini. Menurutnya, adalah salah besar jika kekacauan UN ini hanya dianggap masalah tehnis semata (pernyataan Mendikbud saat tinjau UN di Jakarta).

Menurutnya, kasus kisruhnya UN sudah menyentuh jantungnya pendidikan yang terkait dengan bobroknya manajemen pendidikan nasional.

"Oleh karenanya KPK perlu segera turun utk melakukan penyelidikan terkait Kebijakan penggandaan dan pendistribusian soal/jawaban UN menjadi tanggung jawab Pemerintah Pusat (Kemendikbud) serta penentuan spesifikasi kertas, barcode dan lainnya. Disisi lain, BPK harus segera melakukan audit investigasi terhadap proses dan pelaksanaan UN," ujarnya.

Dapatkan Berita Pilihan
di WhatsApp Anda
Baca WhatsApp Tribunnews
Tribunnews
Ikuti kami di
© 2024 TRIBUNnews.com,a subsidiary of KG Media. All Right Reserved
Atas