Nikmati berita interaktif dan LIVE report 24 jam hanya di TribunX
Tribun

Eksekusi Susno Bermasalah, Pasal 197 KUHAP Digugat ke MK

Pengacara Taufik Basari hari ini mengajukan uji materi pasal 197 ayat 1 huruf (k) Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana

Penulis: Eri Komar Sinaga
Editor: Johnson Simanjuntak
zoom-in Eksekusi Susno Bermasalah, Pasal 197 KUHAP Digugat ke MK
TRIBUN JABAR/GANI KURNIAWAN
Sejumlah petugas kejaksaan dan dari partai politik mengawal mantan Kepala Badan Reserse dan Kriminal Mabes Polri, Komisaris Jenderal (Purn) Susno Duadji keluar dari rumahnya di Kompleks Dago Pakar Resort, Kecamatan Cimenyan, Kabupaten Bandung, Rabu (24/4/2013). Susno dieksekusi setelah menjadi terpidana kasus penyalahgunaan wewenang perkara PT Salmah Arowana Lestari dan korupsi dana pengamanan pemilihan Gubernur Jawa Barat 2008. TRIBUN JABAR/GANI KURNIAWAN 

TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Pengacara Taufik Basari hari ini mengajukan uji materi pasal 197 ayat 1 huruf (k)  Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana (KUHAP).

Taufik ingin menguji frasa 'ditahan' dan 'tahanan' dalam pasal tersebut yang menyebabkan polemik terkait eksekusi yang dilakukan kejaksaan terhadap terpidana bekas Komjen Pol (Purn) Susno Duadji.

"Tujuan saya mengajukan permohonan ini pada dasarnya adalah ingin agar Mahkamah Konstitusi dapat memberikan kesempatan untuk menjelaskan tafsir yang sebenarnya terhadap pasal 197 ayat 1 huruf k, agar penjelasan tersebut dapat dimasukkan dalam pertimbangan putusan kelak," ujar Taufik kepada wartawan, di MK, Jakarta, Senin (29/4/2013).

Menurut Taufik, frasa 'ditahan' dan 'tahanan' itu terkait dengan istilah 'penahanan'. Di dalam KUHAP, istilah 'penahanan' adalah istilah untuk menahan seseorang yang dilakukan guna pemeriksaan perkara, dalam arti proses hukum sedang berjalan. 

Sementara, jika suatu putusan sudah berkekuatan hukum tetap, maka namanya bukan lagi penahanan, tapi pemidanaan.

"Nah, inilah oleh beberapa pihak, termasuk juga Yusril Ihza Mahendra, salah kaprah dalam hal memahami istilah 'penahanan' ini. Ini menjadi penting karena beberapa pendapat yang saat ini muncul menyandarkan diri pada putusan MK sebelumnya, yakni putusan MK No. 69 PUU10/2012," terang dia.

Dalam putusan tersebut, terang Taufik, menolak permohonan pemohon untuk seluruhnya, lalu mengadili sendiri dengan menyatakan pasal 197 ayat 2 huruf k itu inkonstitusional dan tidak memiliki kekuatan hukum mengikat.

Walau demikian, Taufik menyadari permohonan uji materi tersebut 'nebis in idem' karena pernah diuji sebelumnya oleh Parlin Rudiansyah dengan kuasa hukum Yusril Ihza Mahendra.

"Tapi, buat saya tidak masalah, karena jika pun 'nebis in idem', dalam pertimbangannya tentu ada kesempatan bagi MK untuk menjawab polemik yang terjadi di tengah-tengah masyarakat," katanya.

Sumber: TribunJakarta
Dapatkan Berita Pilihan
di WhatsApp Anda
Baca WhatsApp Tribunnews
Tribunnews
Ikuti kami di
© 2024 TRIBUNnews.com,a subsidiary of KG Media. All Right Reserved
Atas