Nikmati berita interaktif dan LIVE report 24 jam hanya di TribunX
Tribun

Bambang Widjojanto Kasihani Djoko Susilo

Ia mengatakan, jenderal bintang dua salah pilih pengacara, dan harusnya berpikir untuk mengganti lawyer-lawyer itu.

zoom-in Bambang Widjojanto Kasihani Djoko Susilo
WARTA KOTA/HENRY LOPULALAN
Mantan Kepala Korps Lantas Kepolisian RI Irjen Pol Djoko Susilo, menjalani sidang pertama di Pengadilan Tindak Pidana Korupsi, Jalan Rasuna Said, kuningan,Jakarta Selatan, Selasa (23/4/2013). 

Laporan Wartawan Wartakotalive.com, Leonard AL Cahyoputra

TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Wakil Ketua KPK Bambang Widjojanto mengaku kasihan dengan terdakwa Irjen Djoko Susilo, karena memiliki tim pengacara yang tidak bisa beragumen dengan baik.

“Kasihan dengan Djoko, karena bila cara-cara itu dilakukan, yang menanggung hukuman adalah Pak Djoko. Bila pengacara-pengacara ini tetap melakukan hal itu, bisa merugikan kepentingan Pak Djoko,” kata Bambang kepada wartawan di kantornya, Kuningan, Jakarta Selatan, Selasa (30/4/2013).

Ia mengatakan, jenderal bintang dua salah pilih pengacara, dan harusnya berpikir untuk mengganti lawyer-lawyer itu.

“Jangan membangun sensasi tidak penting yang merugikan kliennya,” sindirnya.

Dalam eksepsi itu, lanjut Bambang, para pengacara sang jenderal justru membangun persepsi bahwa KPK tidak punya kewenangan mengusut kasus TPPU yang terjadi pada 2003-2010.

Argumen itu disusun lantaran KPK banyak menyita aset Djoko, yang tidak terkait pengadaan simulator SIM.

BERITA TERKAIT

"Argumen ini bukan argumen baru. KPK pernah tangani kasus Abdullah Puteh terjadi Januari 2001, dan sidang pertama kali Desember 2004, dan UU KPK 2002, dan komisioner diangkat 2003. Artinya, KPK sudah bisa tangani kasus Abdullah Puteh walaupun kejadiannya tahun 2001. Jadi, kalau dikaitkan dengan Djoko akan seperti itu," urainya.

Bambang juga meminta para pengacara Djoko memeriksa putusan MK dalam kasus Bram Manopo.

"Itu yudisial review UU KPK berkaitan dengan kewenangan KPK. Jadi dan seterusnya disebutkan secara eksplisit menyidik soal itu," jelasnya.

Bambang menambahkan, filosofi dari UU TPPU adalah follow the money. Untuk itu, papar Bambang, KPK berhak menyita aset-aset seseorang tersangka, bila aset-aset itu tidak bisa dipertanggungjawabkan dengan profil pendapatan orang itu.

"Dalam dakwaan kami sudah dipaparkan berapa penghasilan Djoko dari 2003-2010. Argumennya terlalu sumir dan tidak didukung konstruksi," sindir Bambang lagi. (*)

Sumber: Warta Kota
Dapatkan Berita Pilihan
di WhatsApp Anda
Baca WhatsApp Tribunnews
Tribunnews
Ikuti kami di
© 2024 TRIBUNnews.com,a subsidiary of KG Media. All Right Reserved
Atas