Jaksa Bantah Pakai Pasal Siluman
Pengadilan Tindak Pidana Korupsi (Tipikor) dinilai berwenang memeriksa, hingga memutus perkara Tindak Pidana Pencucian Uang.
Penulis: Edwin Firdaus
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Pengadilan Tindak Pidana Korupsi (Tipikor) dinilai berwenang memeriksa, hingga memutus perkara Tindak Pidana Pencucian Uang.
Jaksa Penuntut Umum Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) Olivia Sembiring mengatakan, itu sesuai pasal 6 Undang-undang Nomor 46 Tahun 2009 tentang Pengadilan Tipikor.
Pasal itu menyebutkan, Pengadilan Tipikor berwenang memeriksa, mengadili, dan memutus perkara tindak pidana korupsi dan tindak pidana pencucian uang, yang tindak pidana asalnya adalah tindak pidana korupsi, atau tidak pidana yang secara tegas dalam UU lain ditentukan sebagai tindak pidana korupsi.
"Berdasarkan peraturan tersebut, Pengadilan Tipikor berwenang," kata Olivia, saat membacakan surat tanggapan JPU atas eksepsi penasihat hukum terdakwa Irjen Djoko Susilo, di Pengadilan Tipikor, Jakarta, Selasa (7/5/2013).
Olivia menyebutkan, dari fakta dalam berkas perkara, diperoleh alat bukti yang cukup bahwa Djoko telah melakukan tindak pidana korupsi pengadaan driving Simulator Uji Klinik Roda Dua dan Roda Empat tahun anggaran 2011, di Korlantas Polri.
Dari pengembangan perkara itu, Olivia menambahkan, ditemukan adanya perbuatan TPPU. Sehingga, ujarnya, sudah benar berdasarkan UU 46/2009, Pengadilan Tipikor Jakarta berwenang memeriksa, mengadili, dan memutus perkara TPPU Djoko.
Ia pun membantah pendapat dari penasihat hukum Djoko, yang menyatakan pasal 6 adalah pasal siluman. Menurutnya, pasal 6 huruf b UU 46/2009 tentang Pengadilan Tipikor, sangatlah tidak tepat dimasukkan dalam materi keberatan alias eksepsi.
Soal penggabungan penyidikan Driving Simulator dan TPPU, Olivia menyatakan sesuai pasal 74 dan 75 UU Pencegahan dan Pemberantasan TPPU, sehingga KPK berwenang menyidik perkara Djoko.
Djoko, paparnya, berdasarkan bukti permulaan yang cukup, patut diduga sebagai pelaku tindak pidana korupsi. Dari pengembangan pemeriksaan a quo, ditemukan harta kekayaan milik Djoko yang patut diduga hasil tindak pidana korupsi.
Pendapat penasihat Hukum terdakwa yang menyatakan pasal 74 dan 75 UU Nomor 8/2010 adalah pasal siluman, sangat tidak tepat dimaksukkan dalam keberatan.
"Seharusnya, keberatan atau eksepsi tim penasihat hukum terdakwa, diajukan kepada DPR selaku lembaga legislatif sebagai pembentuk undang-undang," tutur Olivia.
"Berdasar uraian di atas, maka alasan keberatan atau eksepsi tim penasihat hukum terdakwa harus ditolak dan dinyatakan tak dapat diterima," tegasnya. (*)