Muncul Petisi Dukung Profesor Magnis Protes SBY
Sebuah petisi online kembali ramai di dunia maya. Kali ini, petisi digalang seorang anak kyai NU bernama Imam Shofwan.
Penulis: Hasanudin Aco
Editor: Johnson Simanjuntak
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Sebuah petisi online kembali ramai di dunia maya. Kali ini, petisi digalang seorang anak kyai NU bernama Imam Shofwan. Ia meminta “The Appeal of Conscience Foundation” (ACF) untuk menunda pemberian penghargaan “World Statesman 2013” kepada Presiden SBY, melalui petisi www.change.org/natoSBY.
Dalam suratnya, Imam mengajak netizen untuk menyimak surat protes yang ditulis oleh Profesor Franz Magnis Suseno kepada ACF. Dalam surat ini, Magnis mempertanyakan dasar penilaian dari penghargaan yang merujuk pada prestasi SBY dalam bidang toleransi beragama.
“Ini sangat memalukan, memalukan untuk Anda. Hal ini mendiskreditkan segala klaim yang Anda buat sebagai sebuah institusi dengan niat-niat moral” tutur Magnis dalam suratnya.
Imam seperti dalam rilisnya, Jumat (17/5/2013), mengajak siapa saja untuk bergabung dengan memparaf dan menyebar petisinya yang bisa diakses pada www.change.org/natoSBY.
Imam Shofwan sepenuhnya setuju dengan pertanyaan Magnis. “Bagaimana Anda bisa mengambil keputusan ini tanpa bertanya pada masyarakat Indonesia yang terkait? Semoga Anda tidak mengambil keputusan ini atas dasar dorongan dari oknum-oknum pemerintah atau lingkaran presiden” kata Imam menirukan bunyi surat Magnis.
Dalam suratnya, Magnis lebih lanjut bertanya: Apakah Anda tidak tahu mengenai bertambah-sulitnya umat Kristiani untuk mendapatkan izin membangun tempat beribadah, mengenai meningkatnya penutupan paksa banyak gereja, mengenai bertambahnya regulasi-regulasi yang mempersulit kaum minoritas untuk beribadah; yang berujung kepada intoleransi yang meningkat di masyarakat?... bahkan sudah ada orang-orang Ahmadiyah dan Syi’ah yang terbunuh”.
Co-founder Change.org Indonesia Arief Aziz menyatakan petisi Imam Shofwan sangat unik. Biasanya pembuat petisi membuat surat sendiri dalam menyuarakan aspirasinya. Kali ini, Imam memasukkan surat protes dari seorang professor yang juga dikenal sebagai rohaniwan dan terkenal dengan sifat kejawaannya.
Imam mengaku besar di keluarga Nahdlatul Ulama. "Sebagai muslim saya setuju dengan Romo Magnis. Saya percaya bahwa “Kejahatan yang dilakukan atas nama agama, adalah kejahatan terbesar terhadap agama itu sendiri," kata dia.
Kebetulan moto inilah yang tertera di situs ACF.
Perlindungan minoritas, kata Imam, tidak terletak pada pemerintahan daerah. Ini kewajiban konstitusional seorang Presiden. Ia percaya, jika dukungan petisinya terus meningkat, ACF akan menunda penghargaan dan memberi pengaruh positif bagi perlindungan minoritas di Indonesia.
Kirim Komentar
Isi komentar sepenuhnya adalah tanggung jawab pengguna dan diatur dalam UU ITE.