Isran Noor: Izin Pertambangan Diserahkan ke Daerah Saja
Hal tersebut dinilai bisa menganggu investor, mereka merasa kesulitan dengan birokrasi perizinan
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral(ESDM) dianggap belum melakukan sosialisasi atas hasil putusan Mahkamah Konstitusi terkait uji materi Undang-undang Nomor 4 Tahun 2009 tentang Pertambangan Mineral dan Batubara (UU Minerba).
Hal tersebut dinilai bisa menganggu investor, mereka merasa kesulitan dengan birokrasi perizinan yang harus melewati panjangnya jalur perizinan, yaitu di daerah dan pusat.
“UU Otonomi Daerah dengan sistem desentralisasi seharusnya diberikan kewenangan penuh melalui undang-undang, dan pusat hanya melakukan kewajibannya pengawalan, pengawasan, pembinaan dan evaluasi, agar sistem desentralisasi ini berjalan dengan baik, seharusnya pemerintah jangan sebagai eksekutor, seharusnya daerah yang menjadi eksekutor,”kata Bupati Kutai Timur Isran Noor dalam pernyataan yang diterima Tribunnews usai Lokakarya Panitia Akuntabilitas Publik DPR RI, Jumat(31/5/2013).
Isran mengatakan, soal izin pertambangan apabila diserahkan kepada daerah sebenarnya akan lebih baik, karena mereka sangat mengenal karakteristik wilayah.
“Padahal jika diserahkan saja pada daerah yang mengerti mengenai karakteristik daerahnya sendiri akan lebih baik, kepala daerah juga saya yakin tidak akan sembarangan mengeluarkan izin pertambangan tersebut,” ujarnya.
Lebih jauh Isran menuturkan ada kesan bahwa terjadi tumpang tindih izin pertambangan didaerahnya pada lahan yang sama.
“Padahal izin yang saya berikan itu walaupun pada lahan yang sama tapi berbeda komoditi, dan berbeda pula pemilik perusahaannya, ini untuk efisiensi lahan,” ujarnya.
Di Kutai Timur sendiri menurut Isran sudah ada Perda yang mengatur mengenai pemberian izin pertambangan, seperti batasan luas lahan yang akan dieksplorasi tidak boleh kurang dari 5000 hektar.
“Ini untuk memastikan bahwa mereka benar-benar mampu untuk mengelola tambangnya, juga masalah jual beli izin, di tempat saya sangat dijaga ketat, kalau ada pelepasan saham berapapun kecilnya wajib diketahui kepala daerah, kalau tidak diberitahu, dan ketahuan saya cabut, inilah yang saya lakukan dan menyebabkan pemerintah indonesia digugat oleh perusahaan inggris, karena Ridlatama menjual sahamnya pada churchill secara ilegal,“ kata Isran.
Hal senada diungkapkan oleh Direktur Eksekutif Asosiasi Pertambangan Batubara Indonesia Supriatna Suhala. Menurutnya pembatasan lahan eksplorasi yang dilakukan Pemkab Kutai Timur sangat tepat sekali, karena jika izin tersebut diberikan pada lahan-lahan yang kecil-kecil, misalnya 50 hektar atau 100 hektar, jika ada masalah dan mereka lari akan sulit melacaknya.
“Sedangkan pada lahan besar seperti itu, bisa dipastikan perusahaan yang sudah mengeluarkan modal sebegitu besar tidak kan main-main dalam menjalankan usahanya, namun sayangnya belum semua kepala daerah berani menetapkan peraturan seperti itu,” ujarnya.
Mengenai tumpang tindih izin, ia pun berpendapat tidak ada masalah, selama mereka berbdeda komoditi.
“Yang satu misalnya menggali di bawah, dan diatasnya ada perkebunan, langkah ini merupakan azas efisiensi,”katanya.
Ketua DPD Irman Gusman menambahkan bahwa memang seharusnya untuk pemberian izin sudah diberikan kepada daerah, sehingga tidak terjadi tumpang tindih dan tidak ada penyalahgunaan seperti ada kasus memberikan izin pada tambang yang sama tapi izinnya ada dua untuk komoditas yang sama.
"Yang seperti ini harus ditertibkan dulu, karena jumlah izin yang keluar itu luar biasa, ada 12 ribu izin, bagaimana cara menertibkannya itu yang sedang kita bahas dalam lokakarya ini,” ujarnya.