TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - "Ini, topi buat kamu, supaya tidak kepanasan." Begitulah Taufiq Kiemas menyapa saya di Jalan Teuku Umar, Jakarta Pusat.

Topi itu berwarna merah bertuliskan Megawati-Prabowo. Saat itu, Megawati akan melakukan perjalanan mengelilingi Jakarta hingga Bali melalui jalan darat, pada 2009.

Pak Taufiq adalah pria yang bersahaja. Politisi yang ramah dengan semua kalangan, termasuk wartawan, dan mudah mengingat orang-orang yang berada di sekelilingnya.

Senyum sumringah Taufiq Kiemas begitu memancar saat itu. Padahal, sebelumnya ia sempat dirawat di Rumah Sakit MNC, Kuningan, Jakarta Selatan.

Pak Taufiq tetap ceria. Keceriaan yang selalu ia tampilkan dengan senyum, ramah, dan selalu menyapa siapa saja.

Beliau langsung menebak, "Kamu bagian dari Sriwijaya Post ya? Seketika, Taufiq Kiemas langsung mengingat salah satu wartawan Tribun (dulu Taufiq Kiemas mengenalnya Persda), Johnson Simanjuntak.

"Ke mana sekarang si Johnson Simanjuntak? Enggak pernah kelihatan lagi. Jadi, sekarang kamu yang disuruh meliput PDIP?" tanya Taufiq Kiemas, yang langsung saya iyakan.

Mesi sudah lama kenal dengan Taufiq Kiemas, saya tak begitu dekat dengannya, lantaran lebih mengikuti ke mana Megawati pergi dan meliput kesehariannya.

Beberapa waktu lalu, saat sehat walafiat, Johnson Simanjuntak yang kini menjadi redaktur Tribunnews.com, disapa di DPR secara kebetulan.

"Akhirnya ketemu juga. Ke mana saja kau?" tanya Taufiq Kiemas menyapa Johnson.

Johnson tersipu malu. Saya yang merasa lebih yunior saat meliput di DPR, kemudian membiarkan mereka berdua saling bertegur sapa.

Taufiq Kiemas yang saya kenal, tidak pernah menunjukkan kemarahan, kekecewaan, apalagi kegelisahan di muka umum.

Sebagai politisi senior dan politisi yang ulung, Taufiq Kiemas yang saya kenal, saya anggap tak berhasil mendamaikan perang dingin antara istrinya, Megawati Soekarnoputri dengan Susilo Bambang Yudhoyono. (*)