Alasan Penolakan P2P LIPI Terhadap RUU Ormas
Pusat Penelitian Politik (P2P) LIPI menolak rencana pengesahan RUU Ormas oleh DPR.
Penulis: Muhammad Zulfikar
Editor: Johnson Simanjuntak
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Pusat Penelitian Politik (P2P) LIPI menolak rencana pengesahan RUU Ormas oleh DPR. Ada beberapa alasan yang menjadi dasar P2P LIPI menolak disahkannya RUU Ormas tersebut.
Irin Gayatri, Kepala Bidang Politik Nasional LIPI mengatakan, dasar pemikiran atau paradigma yang melatarbelakangi cara pandang dari penyusunan RUU Ormas sangat keliru, karena cenderung melihat masyarakat sebagai sumber ancaman, sumber koflik sosial, dan sumber disintegrasi bangsa.
"Padahal dari sudut pandang sistem demokrasi konstitusional yang dianut bangsa Indonesia, masyarakat adalah sumber legitimasi bagi hadirnya negara. Tidak ada negara tanpa masyarakat," kata Irin di Gedung Widya Graha LIPI, Senin (1/7/2013).
Irin menuturkan, RUU Ormas dibangun berdasarkan kerangka pikir yang cenderung sesat, yakni tidak percaya pada masyarakat, sehingga aktifitas masyarakat patut dicurigai, serta diatur, dibina dan diawasi oleh negara. Padahal, semestinya kehadiran berbagai kelompok kepentingan atau ormas yang berbasis kesamaan kepentingan dan bersifat sukarela diapresiasi oleh negara.
Dilihat dari urgensinya, RUU Ormas tidak diperlukan dan tidak relevan karena semua kekhawatiran terkait, misalnya kekerasan dan anarki, penyimpangan terhadap ideologi negara Pancasila pemberian sumbangan dari dan atau kepada pihak asing telah ada solusi dan sanksi hukumnya di dalam berbagai produk perundang-undangan lainnya.
"RUU ini menyeragamkan segelintir kelompok atau organisasi yang menggunakan cara-cara kekerasan, premanisme, dan intimidasi untuk mencapai kepentingannya, dengan kelompok atau organisasi yang sungguh-sungguh merupakan ormas," ujarnya.
"RUU ini juga mendistorsi esensi dari ormas yang berbasis kesamaan kepentingan sehingga tidak bisa disekat-sekat berdasarkan wilayah administratif," tambahnya.
Lebih lanjut Irin mengatakan, pembentuk UU, yakni DPR dan Presiden semestinya lebih memusatkan perhatian pada pembentukan kebijakan terkait pengaturan dan tata kelola kehidupan ekonomi, termasuk penguasaan asing atas sumber daya alam dan ekonomi negeri, sehingga cita-cita keadilan dan kemakmuran sesuai amanat konstitusi dapat segera diwujudkan.
Menurutnya, suatu keanehan jika negara selalu bersikap mendua atau ambigu dalam soal dana asing. Di satu pihak selalu mencurigai penggunaan sumbangan dana asing dalam aktifitas organisasi kemasyarakatan, tetapi di pihak lain memberikan pihak asing (korporasi kapital global) menggerogoti, mengeksploitasi dan bahkan menghancurkan perekonomian nasional.
Irin menjelaskan, kehidupan sosial kemasyarakatan yang bersifat sukarela pada dasarnya adalah wilayah masyarakat yang tidak perlu diatur, dibina, diawasi, dan diintervensi oleh negara yang justru diperlukan pengaturannya adalah bagaimana mengimplementasikan keajiban negara melindungi kebebasan berserikat bagi masyarakat sipil.
"Penyusunan RUU Ormas yang telah berlangsung hampir dua tahun ini merupakan pekerjaan sia-sia yang membuang waktu dan energi, serta menghabiskan dana APBN yang bisa dialokasikan untuk hal-hal lain yang lebih bermanfaat," katanya.
Apabila DPR dan Pemerintah bersikukuh untuk mengesahkan RUU Ormas, menurut Irin, akan berdampak semakin melembaganya suasana saling curiga antar berbagai kelompok dan golongan masyarakat yang tidak menguntungkan bagi bangsa. Selain itu akan meningkatnya resistensi dan perlawanan masyarakat karena pengesahan RUU menjadi UU berpotensi memecah berbagai organisasi kemasyarakatan.
Akan terjadi potensi penyalah gunaan kekuasaan oleh aparat negara sangat tinggi karena keseluruhan naskah RUU bersifat multitafsir dan potensi penyalahgunaan oleh kelompok yang menggunakan kekerasan, premanisme dan intimidask karena sifat multitafsir dari RUU Ormas.
"Oleh karena itu, kami menghimbau DPR dan Pemerintah mencabut RUU Ormas karena jelas-jelas tidak bermanfaat, tidak relevan dan tidak diperlukan oleh bangsa kita," katanya.