Pindahkan Napi Terorisme ke Tahanan Militer
Fadli kabur pasca kebakaran di Lembaga Pemasyarakatan Tanjung Gustra, Medan Sumatera Utara, Kamis (11/7/2013) sore.
Editor: Rachmat Hidayat
TRIBUNNEWS.COM,JAKARTA--Hingga kini, salah satu teroris membahayakan belum berhasil kembali ditangkap, Fadli Sagama. Bersama tahanan teroris dan lainnya, Fadli kabur pasca kebakaran di Lembaga Pemasyarakatan Tanjung Gustra, Medan Sumatera Utara, Kamis (11/7/2013) sore.
Kabid Humas Polda Sumatera Utara (Sumut), Kombes Raden Heru Prakoso memastikan jumlah narapidana yang lari dari Lapas Tanjung Gusta berjumlah 212 orang. 65 orang sudah diamankan, sisanya 147 masih dalam pencarian," ujar Heru saat dikonfirmasi Tribun Medan (Tribunnews.com Network), Jumat (12/7/2013) malam. Dari 14 narapidana teroris yang melarikan diri, 5 diantaranya sudah diamankan.
Politisi Partai Hanura Nuning Kertopati yang juga anggota Komisi I DPR menyarankan agar narapidana teroris lebih baik dipindahkan ke tahanan militer.
"Hal itu, untuk tidak mencampur tahanan teroris dengan yang lain. Tahanan untuk pelaku terorisme ditempatkan di markas militer yang akan menjamin keamanannya. Dan dari segi pembinaan mental, kita serahkan kepada disbintal TNI yang profesional dengan berpayung hukum pada UU tentang Terorisme. TNI juga bertanggung jawab dalam penanganan masalah terorisme dan pengendalinya adalat BNPT Polhukam," Nuning menjelaskan, Sabtu (13/7/2013).
Nuning menegaskan, narapidana teroris jika ditempatkan di tahanan militer, dari segi pengawasan lebih terjamin, dan dari segi disiplin pengawasan lebih kredibel. Dari aspek pembinaan mental, lanjutnya, narapidana teroris selama ini militan lantaran doktrin yang didapat.
"Militer juga, sama militan karena doktrin, mereka punya ahli-ahli doktrin yang bisa membuka kotak pandora yang sudah terbentuk dalam jiwa dan pikiran para teroris sehingga diharapkan selain dari jaminan aspek pengamanan juga diharapkan dapat merubah mindset yang sudah terbentuk dalam pikiran mereka," Nuning menjelaskan.
Kemudian, katanya lagi, militer dalam Undang-undang No 34 memiliki tugas operasi militer selain perang dan dalam UU terorisme mereka juga bertanggungjawab dalam penanggulangan terorisme. Hal ini yang memungkinkan, salah satu kontrobusi militer dalam tugas preventif penanggulangan terorisme dengan mengacu pada UU terorisme dan BNPT, pengisolasian pelaku terorisme, diharapkan tidaK merekrut pelaku kejahatan lain yang berada di lapas umum.
Dan bila berhasil direkrut, Nuning menyebut jiwa mereka (para narapidana teroris rapuh) melalui doktrin para pelaku terorisme akan sangat berbahaya, karena pelaku kejahatan umum yang ada di lapas umum (terutama residivis), secara umum sudah terlatih dan punya kemampuan dan nyali yang lebih daripada pelaku kejahatan biasa. Sehingga bisa menjadi calon teroris yang paham dalam pencarian dana (Fai) melalui kejahatan perampokan dan lain sebagainya.
Pemerintah melalui Kemenkumham dan DPR, Kepolisian, perlu mengkaji gagasan ini dari berbagai aspek. Nuning mengingatkan, para pelaku teroris kalau sudah dipidana lepas pembinaan dan pengawasan bila ditempatkan di lapas umum, mereka tidak pernah menyesali perbuatannya dan merasa tidak bersalah karena keyakinan mereka tentang yang diperbuat itu, adalah demi menegakkan syariah agama dan mereka direkrut dengan cara ala militer.
"Intinya perlu dibuat lapas khusus seperti di Guantanamo. Para narapidana terorisme harus mendapat perlakuan khusus dan dirubah mindset nya sebelum kembali ke masyarkata. Lapas khusus tersebut harus dalam pengawasan BNPT bersama Kemenkumham," pungkas Nuning Kertopati.