Pembakaran Disinyalir Direncanakan Napi Koruptor
Kerusuhan narapidana di Lapas Tanjung Gusta Medan yang mengakibatkan kebakaran dan kaburnya ratusan napi, disinyalir
Penulis: Johnson Simanjuntak
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Kerusuhan narapidana di Lapas Tanjung Gusta Medan yang mengakibatkan kebakaran dan kaburnya ratusan napi, disinyalir dilakukan secara terencana oleh napi koruptor yang terancam tidak mendapat remisi.
“Saya menganalisa kerusuhan Napi di Lapas Tanjung Gusta, dilakukan terencana oleh koruptor-koruptor yang terancam tak mendapatkan remisi," ujar Wakil Ketua DPD RI Laode Ida dalam diskusi “Upaya meminimalisir konflik Lapas di daerah” bersama pakar hukum pidana Yenti Garnasih, dan pakar demografi Lemhanas Sonny B. Harmadi, di Gedung DPD RI Jakarta, Jumat (19/7/2013).
Menurut Laode dengan kekuatan uang, meski orangnya di penjara, tetap bisa mengonsolidir orang-orang untuk bertindak anarkis dan gaduh. Bahkan bisa melibatkan petugas Lapas. By design itu dengan menggunakan alasan PP Nomor 99 tahun 2012 tentang pengetatan remisi.
Selain dampak dari PP 99 tersebut, Laode mengakui akibat kelebihan kapasitas, perlakuan yang tak manusiawi dari masalah air, makanan, listrik, tempat tidur, dan sebagainya yang tak layak.
"Tapi, apapun alasannya saya mengusulkan agar ada pengkategorian khusus antara Napi koruptor, narkoba, teroris, pembunuh dan kejahatan yang lain. Sebab, kalau dicampur menjadi satu Lapas, pembinaan itu sendiri tak akan efektif, apalagi karakternya juga berbeda,” katanya.
Menyinggung mantan Napi Anton Medan yang menyatakan kekhawatirannya akibat PP 99 tersebut akan ada Napi kabur susulan menjelang hari raya Idul Fitri 1434 H dan 17 Agustus 2013 mendatang, Laode berharap seluruh aparat dan intelijen negara mengantisipasi dan mencegah segala kemungkinan yang tak diinginkan tersebut.
“Pak Anton Medan bisa menjadi konsultan karena katanya masih berkomunikasi aktif dengan seluruh Napi di Lapas se-Indonesia,” ujarnya.
Pakar hukum pidana Yenti Garnasih menilai apa yang terjadi di Lapas Tanjung Gusta, Medan itu sebagai pembiaran negara, karena sejak tiga kementerian sebelumnya masalah yang terjadi di seluruh Lapas di Indonesia itu sudah diketahui oleh pemerintah.
“Kondisi Napi dan Lapas yang memprihatinkan itu sudah terjadi sejak ketiga kementerian sebelumnya, namun oleh pemerintah dibiarkan. Bahkan pembinaan Napi terus makin melemah. Ditambah lagi dengan menerbitkan PP 99 tentang pengetatan remisi, di mana Napi terancam tak dapat remisi apapun,” kata Yenti.
Sonny menyoroti pembinaan di Lapas, jika banyak residivis yang kembali melakukan kejahatan, berarti pembinaan di Lapas itu gagal.
“Padahal, criminal justice system, itu harus berhasil menjadikan Napi itu begitu keluar dari penjara perilakunya akan lebih baik lagi. Kalau tidak, berarti pembinaan di Lapas gagal. Apakah memang anggarannya kurang? Kalau benar berarti sistem anggarannya harus diperbaiki,” katanya.
Kirim Komentar
Isi komentar sepenuhnya adalah tanggung jawab pengguna dan diatur dalam UU ITE.