Penyelesaian Kumpul Kebo di Berbagai Daerah Beda-beda
DPR masih menyerap aspirasi mengenai RUU KUHP.
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - DPR masih menyerap aspirasi mengenai RUU KUHP.
Pendapat dan masukan dari berbagai unsur lapisan masyarakat diperlukan untuk penyempurnaan RUU KUHP.
Ketua Komisi III DPR Gede Pasek Suardika mengakui, RUU KUHP paling berat dibahas, sebab merupakan induk dari semua UU, dan tidak bisa disamakan dengan UU lainnya.
"Kami memang alokasikan waktu panjang untuk menerima masukan soal RUU ini," kata Pasek dalam diskusi di Gedung DPR, Jakarta, Selasa (30/7/2013).
Banyak hal yang masih jadi perdebatan dalam RUU KUHP, di antaranya soal pasal kumpul kebo alias perzinaan.
Menurut Pasek, di berbagai daerah masalah tafsir atas kumpul kebo beda-beda penyelesaian. Ada yang menggunakan sengketa pidana, dan ada yang menggunakan aturan adat.
"Ada yang tidak memasukkan soal kumpul kebo ke pengadilan, dan diselesaikan di tingkat adat. Bayangkan kalau pasal zina di UU KUHP dipakai kumpul kebo. Ini masuk pasal pidana norma hukum atau agama?" Papar Gede Pasek.
Menurut Pasek, jika pasal kumpul kebo dimasukkan dalam RUU KUHP, maka lembaga permasyarakat (lapas) di seluruh Indonesia akan penuh dan bisa jebol.
"Sekarang Lapas saja sudah penuh, karena narapidana narkoba. Masalah ini akan jadi perdebatan apakah masuk pidana atau sanksi sosial," tutur Gede Pasek. (*)
Kirim Komentar
Isi komentar sepenuhnya adalah tanggung jawab pengguna dan diatur dalam UU ITE.