Jenderal Djoko Hanya Bangun Alibi
Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) menilai pernyataan terdakwa perkara koruspi dan pencucian uang,
Penulis: Edwin Firdaus
Editor: Hendra Gunawan
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA -- Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) menilai pernyataan terdakwa perkara koruspi dan pencucian uang, Irjen Pol Djoko Susilo, menerima insentif dari Jasa Raharja adalah alibi atau alasan untuk membenarkan sumber hartanya.
Sebab, Wakil Ketua KPK, Bambang Widjojanto mempertanyakan mengapa mantan Kepala Korlantas (Kakorlantas) Polri tersebut tidak mengatakan soal penerimaan insentif tersebut ketika diperiksa di tahap penyidikan.
"Dalam Berita Acara Pemeriksaan (BAP) DS (Djoko Susilo) tidak pernah mengatakan itu (insentif). Makanya, kami mencurigai ini adalah alibi yang dibangun," ujar Bambang, Kamis (15/8/2013).
Apalagi, lanjut Bambang, mengenai insentif dari Jasa Raharja tersebut disampaikan ketika menjalani pemeriksaan terdakwa dalam persidangan. Sehingga, dimungkinkan memiliki hak ingkar karena berstatus terdakwa dalam perkara yang disidangkan.
Ketika membuktikan asal-usul hartanya, Irjen Pol Djoko Susilo mengaku kerap mendapat uang Rp 60 juta setiap bulan selama tahun 2009 sampai 2012 dari PT Jasa Raharja sebagai bentuk bantuan perusahaan plat merah tersebut kepada Korlantas Polri.
Ketika diperiksa sebagai terdakwa, Djoko menjelaskan bahwa uang Rp 60 juta tersebut diberikan berdasarkan kesepakatan antara Korlantas dengan Jasa Raharja. Dengan tujuan, digunakan untuk kepentingan pengembangan lembaga.
Tetapi, diakui Djoko peruntukan uang tersebut bisa untuk operasional korlantas juga bisa digunakan secara pribadi.
"Saya sudah tanya langsung ke pejabat Jasa Rahaja bisa digunakan seluas-luasnya untuk yang mendapatkannya. Bisa untuk dukung operasional, bisa untuk pribadi," kata Djoko.
Ketika ditanya lebih lanjut oleh hakim anggota Matheus Samiaji, Djoko mengaku uang Rp 60 juta tersebut sebagai pendapatan insentif pejabat yang sebenarnya terbagi dua, yaitu Rp 50 juta untuk lembaga dan Rp 10 juta untuk pribadi. Sehingga, yang tercatat dalam pembukuan resmi sebagai insentif adalah Rp 10 juta.
Sebelumnya, Djoko berusaha membuktikan bahwa memiliki banyak usaha, seperti jual-beli perhiasan, properti, jual-beli keris, investasi. Sehingga, mampu membeli dan memiliki banyak aset. Bahkan, Djoko mengatakan bahwa setiap bulannya menerima Rp 60 juta dari Jasa Raharja selama tahun 2009 sampai 2012. (Edwin Firdaus)