Pembentukan UU Migas Tidak Direspon DPR
GMKN menginginkan, DPR RI bersama pemerintah membentuk UU Migas baru yang sesuai konstitusi dan mencerminkan kedaulatan negara.
Editor: Johnson Simanjuntak
Laporan Lidwina H. R. Maharrini
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Pernyataan Gerakan Menegakkan Kedaulatan Negara (GMKN) mengenai pembentukan Undang-Undang (UU) Migas baru tidak mendapat respon positif dari Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) RI.
Hal tersebut disampaikan Fahmi Idris, anggota GMKN, di gedung Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK). Penyampaian pendapat pada wakil rakyat itu terkait korupsi di bidang migas yang terus terjadi.
"Kami GMKN bersama 40 orang lebih telah temui ketua DPR untuk menyampaikan hal yang sama (korupsi migas), tapi tidak ada respon postitif dari DPR," kata Fahmi, Kamis (15/8/2013) sore.
GMKN menginginkan, DPR RI bersama pemerintah membentuk UU Migas baru yang sesuai konstitusi dan mencerminkan kedaulatan negara.
Menurut Fahmi, penyimpangan, penyelewengan, dan penyalahgunaan kekayaan negara di sektor migas telah terjadi sejak lama. Namun tidak ada keseimbangan dengan tindakan pemerintah.
"Korupsi di migas terus terjadi. Tindakan dari pemerintah dan kebijakannya tidak dapat menghentikan itu," ujar dia.
Oleh sebab itu Fahmi bersama GMKN terus mendorong adanya langkah pembentukan UU Migas yang sesuai konstitusi dan pro rakyat, meski hingga kini belum dapat lampu hijau dari DPR RI.
"Kami tidak akan berhenti. Bagi kami ini adalah jihad konstitusi. Walau banyak tantangannya," katanya.
Sejalan dengan itu, GMKN juga mendukung penuh KPK untuk segera memberantas korupsi khususnya di sektor migas, sampai ke akar dan pucuknya.
"Kalau tata kelola migas dibenahi, tidak perlu ada kenaikan harga BBM (Bahan Bakar Minyak), sehingga daya beli rakyat tidak berkurang. Ini karena ada mafianya makanya (harganya) naik," ucap Fahmi.