Mengulas Perbedaan Modus Penembakan di Depan Gedung KPK
Kasus penembakan terhadap Aipda Anumerta Sukardi hingga saat ini belum menemui titik terang.
Penulis: Adi Suhendi
Editor: Johnson Simanjuntak
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Kasus penembakan terhadap Aipda Anumerta Sukardi hingga saat ini belum menemui titik terang. Polisi belum mengarahkan kasus tersebut terkait jaringan teroris sehingga penanganannya masih dilakukan Polda Metro Jaya dan Densus 88 Antiteror Polri pun belum diturunkan terkait penanganan kasus penembakan di depan Gedung Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK).
Berbagai kemungkinan motif bisa terjadi mulai dari motif teror, persaingan bisnis, dendam, dan sebagainya bisa terjadi. Kepolisian belum menemukan bukti kuat untuk mengarahkan kasus penembakan Aipda Anumerta Sukardi terhadap satu motif.
"Berbicara kemungkinan (adanya persaingan) bisa saja, tetapi sampai sekarang belum ada informasi lengkap dari penyidik, kita tunggu saja informasi dari penyidik, bila kita berbica kemungkinan nanti tahu-tahu bukan. Bertanya kemungkinan semuanya bisa, tapi kita tunggu saja informasi dari penyidik supaya lebih terarah," kata Kepala Divisi Humas Polri Irjen Pol Ronny Franky Sompie di Mabes Polri, Jakarta Selatan, Jumat (20/9/2013) malam.
Faktanya yang ada saat ini menurut Ronny, Aipda Anumerta Sukardi modus operandi yang dilakukan pelaku berbeda dengan kasus penembakan polisi di Pondok Aren dan Ciputat. Modus penembakan yang dilakukan terhadap Aiptu Fatah Saktiono, Aipda Dwiyatno, dan Aipda Kus Hendratna.
Modus tiga peristiwa di pinggiran Jakarta tersebut dilakukan dua orang dengan mengendarai sepeda motor kemudian menguntit korbannya dari belakang lalu menembaknya dari jarak dekat. Rata-rata korbannya ditembak di tempat mematikan yaitu kepala, kecuali Aipda Fatah Saktiono ditembak dibagian dada sehingga bisa selamat dari maut.
"Hanya Aipda Fatah saja yang ditembak tidak meninggal karena terkena dibagian dada, mungkin itu latihan saja para pelakunya, kemudian mereka memperbaiki polanya," kata Ronny.
Berbeda dengan modus operandi yang dilakukan pelaku penembakan di depan Gedung Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK). Bripka Sukardi yang saat kejadian sedang mengawal truk pengangkut bahan lift untuk Rasuna Tower dengan mengendarai sepeda motor, tiba-tiba dihadang dengan sepeda motor pelaku dari depan sehingga sepeda yang ditunggangi Sukardi berhenti. Kemudian pelaku lainnya dengan menggunakan sepeda motor lainnya datang dari sisi kiri dan kanan Bripka Sukardi, kemudian pelaku menembak Bripka Sukardi lalu turun dan menembaknya kembali lalu mengambil senjata apinya.
"Satu motor pelaku mendahului lalu berhenti di depan motor Bripka Sukardi, kemudian dua sepeda motor lainnya mengiringi satu motor ditumpangi satu orang, satu motor lagi berboncengan, dan satu motor lagi membawa satu orang, sehingga tiga motor empat pelaku," katanya.
Selain itu, penjelasan kepolisian sebelumnya menyebutkan bahwa tiga lokasi penembakan di wilayah pinggiran Jakarta ditemukan selongsong dan proyektil peluru yang sama yaitu 9,9 milimeter. Sementara di lokasi penembakan depan Gedung KPK ditemukan selongsong dan proyektil kaliber 4,5 milimeter.
Melihat adanya perbedaan tersebut, kepolisian hingga saat ini berkesimpulan bahwa kasus rentetan tiga kasus penembakan di wilayah pinggiran Jakarta tidak berkaitan dengan penembakan di depan Gedung KPK.
Begitu juga dengan penembakan polisi di Cimanggis Depok. Ronny menganggap bahwa kasus tersebut tidak ada hubungannya dengan penembakan di depan Gedung KPK maupun kasus penembakan di Pondok Aren dan Ciputat. "Kalau yang di Cimanggis itu pencurian sepeda motor," katanya.
Kepolisian memastikan bahwa dua orang pelaku penembakan di Pondok Aren dan Ciputat yang saat ini sudah disebar fotonya termasuk dalam jaringan teroris, sehingga Densus 88 Antiteror pun sudah diturunkan untuk memburu pelakunya yang hingga saat ini belum bisa ditangkap karena diduga disembunyikan kelompoknya. "Sudah dipastikan mereka masukan jaringan teroris," katanya.
Sementara khusus untuk penembakan yang berada di depan Gedung KPK belum ada kaitannya dengan jaringan teroris sehingga penanganannya masih berada di tangan Polda Metro Jaya. Guna menelusuri siapa pelakunya kepolisian pun sudah memeriksa berbagai pihak termasuk pihak yang melakukan pengiriman barang serta para sopir truk yang mengangkut barang tersebut.
"Jejak yang ditinggalkan kurang masih belum maksimal digali, sehingga perlu dicari jejak untuk menggiring dan memastikan siapa pelakunya dengan memintai keterangan sejumlah saksi," katanya.
Kirim Komentar
Isi komentar sepenuhnya adalah tanggung jawab pengguna dan diatur dalam UU ITE.