Khofifah Curigai Putusan MK
dirinya bersama Herman merasa telah maksimal membuktikan adanya pelanggaran yang dilakukan pihak KPUD Jatim
Penulis: Abdul Qodir
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Calon gubernur Jawa Timur Khofifah Indar Parawansa mencurigai putusan sengketa Pemilukada Jatim yang diambil delapan hakim konstitusi.
"Kayaknya sulit yah berjuang tanpa uang di negeri ini. Tapi, saya Insya Allah akan terus berjuang semampu saya untuk menegakkan demokrasi, keadilan, kebenaran, kejujuran di negeri ini," kata Khofifah, Senin(7/10/2013) malam di gedung MK, Jakarta.
Khofifah menjelaskan, dirinya bersama Herman merasa telah maksimal membuktikan adanya pelanggaran yang dilakukan pihak KPUD Jatim dan cagub atau cawagub incumbent, Soekarwo-Saifullah.
Namun, sejumlah barang bukti, keterangan saksi, dan keterangan ahli tampak diabaikan oleh para hakim MK.
Karena itu, ia mencurigai ada ketidakberesan dari keputusan MK ini.
"Saya rasa banyak hal yang bisa kita lihat dari proses sidang yang berjalan. Bahwa banyak saksi-saksi pemohon sama skali diabaikan. Kemudian dalam kesimpulan ditulis berdasarkan surat ini, berdasarkan surat ini, dan seterusnya," kata Khofifah.
"Jadi saya menangkap bahwa keadilan ini harus ditegakkan. Enggak bisa ditegakkan dengan sendirinya," imbuhnya.
Meski kalah di MK, Khofifah menyatakan tetap akan berjuang untuk mendapatkan keadilan atas apa yang terjadi dalam Pemilukada Jatim. Namun, ia belum bersedia mengenai langkah yang akan dilakukannya ke depan.
Menurut Khofifah, dari barang bukti, saksi, dan keterangan ahli, indikasi kecurangan dan pelanggaran yang dilakukan oleh pasangan Soekarwo-Saifullah sudah jelas. Mereka menggunakan dan memanfaatkan posisinya sebagai gubernur dan wakil gubernur Jatim, menggunakan APBD, pejabat, serta aparatur negara untuk memenangkan dirinya dalam Pemilukada Jatim.
"Bagaimana kemudian APBD itu dicungkil dalam bentuk Pergub dan Perda, untuk melegalitimasi hibah dan Bansos. Andai incumbent manapun nyungkil gumpalan dari Perda menjadi Pergub, nilai totalnya sampai Rp 8,4 triliun, hibahnya Rp 4,988 triliun. Bukankah itu duit?" ujarnya.
Khofifah menyampaikan kekecewaannya karena majelis hakim mengabaikan adanya bukti, dana APBD sebesar hampir Rp 5 triliun digunakan oleh Soekarwo dan Siaufullah dengan modus program bantuan ke masyarakat.
"Bagaimana demokrasi ditegakkan diatas kewenangan melegalisir hibah dan Bansos. Lalu kemudian 'doping' sama sekali tidak muncul dalam pertimbangan. Kami tidak persoalkan legalitas, tapi di situ ada nuansa 'doping', yang itu yg di-introduce melalui pemberian hibah, terutama melalui Jalin Kesra," jelasnya.