Nikmati berita interaktif dan LIVE report 24 jam hanya di TribunX
DOWNLOAD
Tribun

YLBHI Dukung SBY Terbitkan Perppu MK

Pemerintah harus menyelamatkan MK melalui Perpu, meski itu menjadi pilihan yang penuh risiko

Penulis: Hasanudin Aco
Editor: Gusti Sawabi
zoom-in YLBHI Dukung SBY Terbitkan Perppu MK
Warta Kota/Henry Lopulalan
Akil Mochtar 

Tribunnews.com, Jakarta - Tertangkapnya Ketua Mahkamah Konstitusi (MK) Akil Mochtar di rumah dinasnya oleh Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) 2 Oktober 2013 lalu merupakan keruntuhan MK dan sekaligus sebagai titik balik pembenahan MK.

"Menyikapi itu, pemerintah harus menyelamatkan MK melalui Peraturan Pemerintah Pengganti Undang Undang (Perppu), meski itu menjadi pilihan yang penuh risiko konstitusional," kata Ketua Badan Pengurus Yayasan LBH Indonesia, Alvon Kurnia Palma, dalam keterangan tertulis, Sabtu (12/10/2013).

Menurut Alvon, YLBHI memandang perlu tidaknya Perppu itu sangat bergantung dengan pemenuhan kebutuhan pembenahan terhadap MK.


"Oleh sebab itu, pilihan adanya Perppu merupakan suatu keniscayaan. Perppu pembenahan MK, setidaknya mengatur tentang pengawasan dan Rekruitmen Hakim MK," kata dia.

Dijelaskan persoalan awal dari keruntuhan MK adalah tidak terimplementasinya asas transparan dan partisipatif dalam sistem rekruitmen hakim MK sebagaimana yang diatur dalam pasal 19 UU MK. Sementara, lanjut Alvon, itu menjadi suatu syarat utama guna mencari hakim yang berjiwa Negarawan, dan kedepannya juga bukan hanya kenegarawanan saja tapi juga berprilaku layaknya seorang sufi sehingga tidak mudah tergoda oleh godaan duniawi dari para pihak yang ingin menghancurkan MK.

"Dengan adanya penangkapan Akil Mochtar, ini menjadi momentum untuk perbaikan sistem rekruitmen hakim konstitusi secara transparan dan partisipatif. Rekruitmen juga harus dilakukan oleh panitia seleksi bagi seluruh calon hakim konstitusi," kata Alvon.

Alvon mengatakan patut juga dipertimbangkan dalam proses seleksi kedepan untuk tidak memasukan unsur dari partai politik sebagai calon hakim konstitusi, meskipun sudah mengundurkan diri selama 5 tahun.

Sebagaimana diketahui, dalam upaya berkontribusi dalam pembenahan ini,  YLBHI dan Tim Penyelamat MK juga sedang mengajukan gugatan ke Pengadilan Tata Usaha Negara (PTUN) Jakarta terhadap Keppres No. 87/P Tahun 2013 tentang pengangkatan jabatan hakim konstitusi Patrialis Akbar sebagai bentuk kontribusi masyarakat sipil dalam membenahi kelembagaan MK.

Gugatan tersebut dilakukan karena presiden dinilai telah melanggar Pasal 19 UU MK yang menyatakan “Pencalonan hakim konstitusi dilaksanakan secara transparan dan partisipatif”, yang dalam penjelasannya menyatakan, “Berdasarkan ketentuan ini, calon hakim konstitusi dipublikasikan di media massa baik cetak maupun elektronik, sehingga masyarakat mempunyai kesempatan untuk ikut memberi masukan atas calon hakim yang bersangkutan”.

Selanjutnya, Hakim konstitusi meski dalam pertimbangan putusan MK nomor 005/PUU-IV/2006 sebagai manusia setengah dewa, dirinya juga tetap harus diawasi, baik secara internal melalui Majelis Kehormatan Mahkamah Konstitusi maupun oleh pihak eksternal.
"Pengawasan bertujuan untuk memastikan si manusia setengah dewa itu tidak melenceng dari fitrahnya," kata Alvon.

Khusus pengawasan eksternal, Alvon mengatakan Perppu harus mampu menjawab kebuntuan kelembagaan pengawasan. Sebab, putusan MK terdahulu mengkebiri kewenangan KY. Pilihan untuk membentuk kelembagaan selain KY atau menghidupkan kembali peran KY bisa menjadi suatu jawaban dalam Perpu tersebut. Pilihan ini bisa berlandaskan pada Pasal 24B ayat (1) UUD 1945 yang menyatakan bahwa Komisi Yudisial bersifat mandiri yang berwenang mengusulkan pengangkatan hakim agung dan mempunyai wewenang lain dalam rangka menjaga dan menegakkan kehormatan, keluhuran martabat, serta perilaku hakim.

Sementara, dasar hukum untuk pengawasan internal merupakan amanah dari UU Nomor 8/2011 tentang perubahan atas UU Nomor 24/2003 tentang Mahkamah Konstitusi sebagaimana disebutkan dalam Pasal 26 ayat (6) bahwa Keanggotaan Majelis Kehormatan Mahkamah Konstitusi yang berasal dari hakim konstitusi sebagaimana dimaksud pada ayat (2) huruf a ditetapkan oleh Mahkamah Konstitusi. Sedangkan Majelis Kehormatan Mahkamah Konstitusi itu sendiri jika merujuk pada UU yang sama di Pasal 1 butir ke-4 yang fungsinya untuk memantau, memeriksa dan merekomendasikan tindakan terhadap Hakim Konstitusi, yang diduga melanggar Kode Etik dan Pedoman Perilaku Hakim Konstitusi.
(Aco)

Tags:
Sumber: TribunJakarta
Dapatkan Berita Pilihan
di WhatsApp Anda
Klik Di Sini!
Baca WhatsApp Tribunnews
Tribunnews
Ikuti kami di
×

Ads you may like.

© 2025 TRIBUNnews.com,a subsidiary of KG Media. All Right Reserved
Atas