Politik Dinasti Sulit Jika Hanya Berpijak Aturan yang Ada
masalah politik dinasti sulit jika hanya berpijak pada aturan-aturan yang ada
Penulis: Johnson Simanjuntak
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Politisi Golkar Agun Gunanjar mengakui jika budaya tak malu korupsi itu tercermin dalam masyarakat. Sebab, para koruptor tersebut justru melambaikan tangan, tersenyum, dan tertawa ketika diwawancarai atau difoto media massa.
“Lalu, rekrutmen kader partai politik yang harus diperbaiki, karena aktivis yang punya idealisme, visi dan misi besar untuk perbaikan bangsa ini, hanya mimpi besar bisa menjadi politisi, jika tanpa kekuatan uang. Jadi, kegagalan partai dalam membangun demokrasi saat ini,” kata Agun Gunanjar dalam diskusi pemerintahan yang bersih sesuai 4 pilar di Gedung DPR/MPR RI Jakarta, Senin (21/10/2013).
Kepala Lembaga Demografi UI Sony B Harmadi mengatakan masalah politik dinasti sulit jika hanya berpijak pada aturan-aturan yang ada, tapi etika politik mestinya melahirkan sistem yang benar secara aturan dan etika.
“Jadi, kebutuhan pembiayaan politik hanya bisa dipenuhi oleh segelintir orang yang beruang. Sementara kita kelas miskin dan menengah ke bawah. Untuk itu, dinasti politik kemudian membangun kartel dan dijadikan kebijakan untuk memperkaya diri,” kata Sony B Harmadi.
Menurut Sony, maka wajar jika seorang gubernur akan cenderung menguasai provinsinya dengan memperluas kekuasaannya melalui bupati/wali kota di seluruh wilayahnya, seperti kasus Ratu Atut Chosiyah di Banten.
“Semua jabatan publik kalau bisa merupakan representasi dari keluarganya,” ujarnya.
Menurut Sony, membangun budaya etika politik memang harus dari parpol. Hanya saja sangat sulit hal itu bisa dilakukan, jika parpol sendiri tak mampu membangun etika dirinya sendiri, apalagi untuk masyarakat.
“Tapi, saya optimis, ke depan politik Indonesia akan lebih baik,” katanya.