Saldi Isra: Versi Pertama Perppu MK Merendahkan Hakim
Saldi mengaku mendengar adanya dua versi yang berbeda. Menurut Saldi versi pertama dari Perppu itu sangat merendahkan martabat hakim.
Penulis: Eri Komar Sinaga
Editor: Johnson Simanjuntak
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Guru Besar Universitas Andalas, Saldi Isra, meminta agar Presiden SBY segera menjelaskan beredarnya dua versi Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-undang Nomor 1 Tahun 2013 tentang Perubahan Kedua atas UU Nomor 24 Tahun 2003 tentang Mahkamah Konstitusi (Perppu MK).
Saldi mengaku mendengar adanya dua versi yang berbeda. Menurut Saldi versi pertama dari Perppu itu sangat merendahkan martabat hakim.
"Versi pertama saya dengar sangat merendahkan martabat hakim yang yang menyamakan semua hakim (tercela). Masih ada di website di web resmi pemerintah," ujar Saldi saat dihubungi wartawan, Jakarta, Selasa (22/10/2013).
Untuk itu, Guru Besar Hukum Tata Negara itu meminta Presiden SBY segera menjelaskan perihal perbedaan dua versi tersebut.
"Kita harus minta presiden menjelaskan versi mana yang benar. Kalau ada yang tidak benar kenapa versi itu muncul. Harusnya tidak ada dua versi, ini seperti ada kw 1, dan ada yang ori (asli). Kan gak bisa begitu, agar ada kepastian kita mesti tahu yang mana yang benar, harus ada penjelasan," kata dia.
Menurut Saldi, dalam logika ketatanegaraan, peraturan sekecil apapun harus resmi dilakukan. Tidak bisa mengubah tanda tiitk begitu saja apalagi menghilangkan redaksi.
Berdasarkan salinan Perppu MK yang diperoleh Tribunnews, memang terdapat dua perbedaan Perppu yang diterima oleh Wakil Ketua MK Hamdan Zoelva dengan Perpu MK yang diperoleh wartawan dari Kementerian Hukum dan HAM, yakni poin Menimbang huruf b.
Perppu MK dari Kementerian Hukum dan HAM pada poin Menimbang hurub b berbunyi: bahwa untuk menyelamatkan demokrasi dan negara hukum Indonesia, serta untuk mengembalikan kepercayaan publik terhadap Mahkamah Konstitusi sebagai lembaga negara yang menjalankan fungsi menegakkan Undang-Undang Dasar, akibat adanya kemerosotan integritas dan kepribadian yang tercela dari hakim konstitusi, perlu dilakukan perubahan kedua atas Undang-Undang Nomor 24 Tahun 2003 tentang Mahkamah Konstitusi.
Namun pada Perppu MK yang diterima oleh Wakil Ketua MK, kalimat 'akibat adanya kemerosotan integritas dan kepribadian yang tercela dari hakim konstitusi' tidak tertulis.
Selain itu, Perpu MK dari Kementerian Hukum dan HAM "Ditetapkan di ..........." pada tanggal 17 Oktober 2013 Presiden Republik Indonesia DR H Susilo Bambang Yudhoyono, sedangkan Perpu yang diterima pihak MK ""Ditetapkan di Yogyakarta" pada tanggal 17 Oktober 2013 Presiden Republik Indonesia DR H Susilo Bambang Yudhoyono.