Perilaku Buruk Politikus Picu Peningkatan Golput
naiknya angka pemilih yang tak menggunakan hak pilih alias golongan putih (Golput) tiap pemilu lima tahunan disumbang dari perilaku politikus
Penulis: Y Gustaman
Editor: Hasiolan Eko P Gultom
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Direktur Komite Independen Pemantau Pemilih (KIPP) Jojo Rohi menilai, naiknya angka pemilih yang tak menggunakan hak pilih alias golongan putih (Golput) tiap pemilu lima tahunan disumbang dari perilaku politikus yang seharusnya memperjuangkan kepentingan masyarakat tapi justru koruptif.
Menurut Jojo, partai politik paling bertanggungjawab untuk menciptakan kesejahteraan lewat kadernya yang duduk sebagai anggota dewan atau kepala daerah. Namun belakangan, kesan itu runtuh ketika kader parpol terlibat korupsi dan ini membuat masyarakat tak percaya lagi.
"Publik dipertontonkan aktor politik tidak bisa diharapkan. Aktor politik mempertontonkan perilaku-perilaku yang kurang baik," ujar Jojo dalam diskusi, 'Pelibatan dan Partisipasi Masyarakat dalam Pengawasan Pemilu 2014,' di Hotel Akmani, Jakarta Pusat, Senin (28/10/2013).
Dikatakan Jojo, sejatinya ada dua golput yang harus diperhatikan. Pertama golput ideologis yakni kaum menengah. Dan kedua, golput pragmatis, yakni masyarakat yang mengharapkan adanya perubahan lewat memilih dalam pemilu, tapi faktanya tidak terjadi.
Golput kedua ini semakin apatis untuk memilih karena rasa percayanya sudah turun ditambah perilaku aktor politiknya. Ketika aktor politik tidak dapat dipercaya, maka publik pun enggan menyalurkan suaranya, demikian terang Jojo.
Maka, tanggungjawab dalam peningkatan partisipasi publik dalam pemilu bukan hanya KPU, Bawaslu, masyarakat sipil dan pemantau pemilu. Parpol adalah elemen lain yang harus bertanggung jawab untuk mendorong partisipasi publik.