Istri Akil Mochtar Terancam Dibui
Ratu Rita, sang istri mantan Ketua MK Akil Mochtar, terancam menghabiskan hari tuanya di penjara
Editor: Rachmat Hidayat
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Ratu Rita, sang istri mantan Ketua MK Akil Mochtar, terancam menghabiskan hari tuanya di penjara, apabila terbukti melanggar pasal tindak pidana pencucian uang (TPPU) yang diterapkan KPK.
Jika mengetahui transfer harta kekayaan yang diduga dari hasil kejahatan dan disamarkan bentuknya oleh Akil, Ratu Rita terancam dijerat pasal TPPU. Ibu dua anak itu, Senin (4/11), kembali menjalani pemeriksaan sekitar enam jam, sejak pukul 10.15 WIB.
Kali ini Ratu Rita diperiksa sebagai saksi untuk tersangka Tubagus Chaeri Wardhana (Wawan), pengusaha Tangerang Selatan yang diduga menyuap Akil Rp 1 miliar terkait peradilan sengketa Pilkada Lebak, Banten.
Rita yang keluar gedung KPK sekitar pukul 16.30, hanya membisu ketika dicecar pertanyaan oleh wartawan. Kuasa Hukum Ratu Rita, Tamsil Sjoekoer mengatakan, Rita diperiksa penyidik terkait CV Ratu Samagat di Pontianak, milik kliennya.
Bagaimana dengan dugaan aliran dana ratusan miliar masuk CV Ratu Samagat, sebagaimana laporan PPATK? "Nggak ada aliran dana dari Pak Akil ke CV, nggak ada," tepis Tamsil. CV Ratu Samagat ini diduga kuat sebagai tempat pencucian uang Akil.
Sejumlah transaksi mencurigakan hingga mencapai ratusan miliar terdeteksi masuk perusahaan itu. Bahkan ada transfer dari pengacara Susi Tur Andayani, yang kini jadi tersangka di KPK. Di CV atas nama Ratu Rita itu, sopir Akil, Daryono bahkan duduk sebagai direksi.
Sebelumnya, Rita pernah diperiksa KPK. Tepatnya, Selasa (22/10), Rita ddiperiksa sekitar lima jam. Kala itu Rita juga memilih membisu. Menurut Tamsil, kliennya tertekan saat memberikan kesaksian, sehingga tak berdaya memberi keterangan ke pers.
Selain Rita, penyidik memeriksa Wawan terkait pengurusan sengketa Pilkda Lebak di MK. Ketika memeriksa Rita, selain tentang profil CV Ratu Samagat, penyidik sempat menunjukkan foto Wawan.
"Pertama, ditanya soal CV, lalu, ditunjukkan foto tersangka Wawan itu sama penyidik. Ditanya, kamu kenal nggak dengan orang ini? Ibu jawabnya, nggak kenal. Ketemunya saja belum pernah, bagaimana mau kenal," tegas Tamsil.
Kuasa hukum Akil, Otto Hasibuan menilai Rita tak ada hubungan dengan kasus Pilkada Lebak. "Menurut saya tak ada hubungannya Ibu (Rita) dengan tersangka Wawan," tuturnya.
Otto menegaslam, bisa saja pemeriksaan Rita berdasarkan pengetahuan terhadap kasus Pilkada Lebak. Namun seperti diketahui, Rita enggan bersaksi untuk suaminya.
"Ya, Ibu ini kan sudah enggan bersaksi untuk Pak Akil, karena dia istrinya. Kalau dalam kasus Wawan, saya percaya bahwa tak ada kaitannya sama sekali," tandas Otto.
KPK bergeming. Tak hanya Ratu Rita, keluarga Akil yang lain terancam dijerat pidana pencucian uang, apabila mengetahui ada transfer harta kekayaan yang diduga dari hasil kejahatan dan disamarkan bentuknya.
"Sepanjang memenuhi unsur Pasal 5 UU No 8 Tahun 2010, yaitu dengan sengaja dan sadar mengetahui transfer harta kekayaan yang diduga hasil kejahatan dan disamarkan bentuknya, misalnya membuat perusahaan, maka bisa saja terkena TPPU," kata Juru Bicara KPK, Johan Budi.
Pasal 5 UU No 8 Tahun 2010 menyebutkan, orang yang menerima atau menguasai penempatan, pentransferan, pembayaran, hibah, sumbangan, penitipan, penukaran, atau menggunakan harta kekayaan yang diketahuinya atau patut diduganya merupakan hasil tindak pidana.
"Dalam konstruksi TPPU, penerima aliran dana kalau dengan sengaja menerima transfer, padahal tahu berasal dari tipikor, maka dia bisa dijerat," jelas Johan.
Rita tercatat sebagai direktur CV Ratu Samagat di Pontianak. Perusahaan ini bergerak di bidang perkebunan serta tambang batu bara. PPATK mencatat transaksi masuk hingga mencapai sekitar Rp100 miliar.
Satu di antaranya yang dicurigai, transfer dari pengacara Susi Tur Andayani dengan jumlah yang besar. Perusahaan itu berdiri pada 2010, setelah Akil menjabat sebagai hakim konstitusi pada 2009.
KPK menetapkan Akil sebagai sebagai tersangka penerima suap Pilkada Gunung Mas dan Lebak Banten, bersama sejumlah tersangka lain sejak 3 Oktober lalu. Tersangka dugaan penerimaan suap dalam perkara Pilkada Gunung Mas adalah, Anggota Komisi II dari Golkar, Chairun Nisa.
Sedangkan pemberi suapnya, Bupati Gunung Mas Hambit Bintih dan pengusaha Cornelis Nalau.
KPK menyita total uang barang bukti sekitar Rp 2,7 miliar. Akil, Chairun Nisa dan Cornelis Nalau ditangkap KPK di rumah dinas Akil. Berikutnya, KPK menangkap Hambit di Hotel Red Top Jakarta.
Dalam Sengketa Pilkada Gunung Mas, MK memutuskan menolak permohonan pemohon, 9 Oktober 2013. Termohon, pasangan Hambit Bintih-Arton S Dohong tetap menjabat sebagai Bupati dan Wakil Bupati Gunung Mas.
Selain itu, Akil diduga menerima suap dalam sengketa Pilkada Lebak. Akil dan Susi Tur Handayani dijerat sebagai tersangka sebagai penerima suap. Sedangkan wawan, suami Airin Rachmi Diany, Walikota Tangerang Selatan, dijerat sebagai pemberi suap. KPK menyita uang suap Rp 1 miliar di rumah orangtua Susi.
KPK kemarin kembali menyita uang Rp 109 miliar milik Akil. "Benar, tadi (kemarin) penyidik sampaikan ada penyitaan uang Rp109 miliar dari rekening Akil. Dari berapa rekening, aku kurang tahu," kelit Johan.
Kendati begitu, ia memastikan penyitaan itu berdasarkan bukti valid. Johan mengaku belum tahu uang tersebut berasal dari mana. "Yang jelas masih ditelaah penyidik. Ini terkait kasus penerimaan atau gratifikasi Pasal 12 B. Kemungkinan juga terkait TPPU," tuturnya. (tribunnews/coz/win)