Penyidik Pajak Divonis 4 Tahun 6 Bulan Penjara
Asep Hendro merupakan pemilik perusahaan PT Asep Hendro Racing Sport (AHRS)
Penulis: Edwin Firdaus
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Majelis hakim pada Pengadilan Tindak Pidana Korupsi Jakarta memvonis empat tahun enam bulan penjara kepada terdakwa dugaan suap pengurusan pajak, Pargono Riyadi.
Menurut majelis hakim, Pargono yang merupakan penyidik pajak pegawai negeri sipil pada Direktorat Jenderal Pajak terbukti seorang diri meminta uang suap kepada wajib pajak guna pengurusan pajak pribadi Asep Yusuf Hendra Permana alias Asep Hendro.
Asep Hendro merupakan pemilik perusahaan PT Asep Hendro Racing Sport (AHRS).
Pargono kukuh meminta suap untuk pengurusan pajak, padahal menurut hakim ketua Aswijon, Asep Hendro yang mantan pebalap roda dua itu sudah menyelesaikan kesalahan pembayaran pajak itu di Kantor Pajak Pratama Garut.
"Mengadili, menyatakan terdakwa Pargono Riyadi terbukti bersalah melanggar dakwaan alternatif pertama," kata Ketua Majelis Hakim Aswijon, saat membacakan amar putusan Pargono di Pengadilan Tindak Pidana Korupsi, Jakarta, Kamis (7/11/2013).
Majelis hakim juga menjatuhkan pidana denda kepada Pargono sebesar Rp 200 juta subsider tiga bulan kurungan.
Menurut Hakim Anggota Sutiyo Jumadi, hal memberatkan Pargono adalah tidak mendukung upaya pemerintah dalam pemberantasan korupsi, dan mencoreng citra pegawai pajak lainnya.
Sementara pertimbangan meringankan adalah Pargono mengakui perbuatannya, bersikap sopan selama masa persidangan, memiliki tanggungan keluarga dan anak yatim, dan belum pernah dihukum.
Hakim Ketua Aswijon mengatakan, perbuatan Pargono memeras Asep Hendro melanggar dakwaan alternatif pertama. Yakni Pasal 12 huruf e Undang-Undang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi.
Vonis dijatuhkan majelis hakim buat Pargono lebih ringan dari Jaksa Penuntut Umum pada Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK). Dua pekan lalu, jaksa penuntut umum menuntut Pargono dengan pidana penjara selama enam tahun.
Saat itu, jaksa juga menuntut supaya majelis hakim menjatuhkan pidana denda kepada Pargono sebesar Rp 200 juta. Jika Pargono tidak mampu membayar, maka harus diganti hukuman tiga bulan kurungan.
Menurut Hakim Anggota Hendra Yospin Alwi, Pargono selaku Penyidik Pegawai Negeri Sipil di Kantor Wilayah Direktorat Jenderal Pajak Jakarta Pusat terbukti bersalah memeras pengusaha Asep Yusuf Hendra Permana sebesar Rp 600 juta dan mengancam akan memproses pengusutan kesalahan faktur pajak.
Meski akhirnya, lanjut dia, terjadi negosiasi dan nilai permintaan uang dikurangi hingga Rp 75 juta.
Dalam analisa fakta persidangan, Hakim Anggota Hendra Yospin Alwi mengatakan, Pargono awalnya memanggil Asep supaya membawa dokumen Surat Pajak Terhutang (SPT) dan pembetulannya serta faktur-faktur yang diterbitkan oleh PT Prama Cipta Kemilau (PCK) pada Desember 2012, di Garut, Jawa Barat.
Pemanggilan itu terkait pemeriksaan bukti permulaan terhadap PT PCK tahun pajak 2006 yang dianggap Pargono bermasalah.
Asep kemudian memerintahkan manajer keuangan PT Asep Hendro Racing Sport, Sudiarto Budiwiyono, dan Rukimin Tjahyanto untuk mewakilinya mengurus masalah pajak pribadinya.
Saat menghadap Pargono, Sudiarto menyampaikan SPT pembetulan terhadap SPT Pajak Pertambahan Nilai (PPN) tahun pajak 2006 atas nama wajib pajak Asep Yusuf telah disetorkan ke Kantor Pelayanan Pajak Pratama Garut sebesar Rp 334,02 juta.
Namun, pada Maret 2013, Pargono masih menelepon Sudiarto dengan nada mengancam. Dia memaksa Sudiarto supaya Asep memberikan uang Rp 600 juta buat menyelesaikan masalah ini.
Tetapi, Sudiarto mengatakan Asep tidak dapat menyanggupi permintaan tersebut karena perusahaannya sedang dalam kondisi sulit.
"Padahal, terdakwa mengetahui wajib pajak Asep Hendro sudah melakukan pembetulan faktur pajak. Tetapi, tanpa sepengetahuan Kepala Kantor Wilayah Direktorat Jenderal Pajak Jakarta Pusat dan tim lainnya, dia sengaja menyalahgunakan kewenangan dan kekuasaannya guna menguntungkan diri sendiri dengan meminta uang Rp 600 juta dari wajib pajak Asep Hendro. Saksi Asep Hendro pun sudah menolak permintaan itu," kata Hakim Hendra Yospin.
Sudiarto lantas berkali-kali menghubungi Asep mengenai ancaman Pargono. Karena menurut Sudiarto, jika tidak membayar maka Asep akan dijadikan tersangka bila faktur pajaknya belum dilakukan pembetulan.
Tetapi menurut Asep, pembetulan sudah dilakukan dan dia sudah membayar ke KPP Garut.
"Perbuatan terdakwa meminta uang Rp 600 juta merupakan perwujudan niat terdakwa dalam menguntungkan diri sendiri secara melawan hukum," kata Hakim Hendra Yospin.
Akhirnya, Pargono mau menurunkan permintaan uang dari Rp 600 juta menjadi Rp 250 juta. Tetapi, Asep mengaku tidak mempunyai uang sejumlah itu dan diturunkan lagi menjadi Rp 150 juta.
Namun, Asep mengatakan hanya sanggup membayar Rp 75 juta. Tetapi, Pargono marah sehingga Asep takut, dan terpaksa menyanggupi Rp 100 juta dengan pembayaran bertahap.
"Perbuatan terdakwa meminta uang telah memenuhi unsur menguntungkan diri sendiri dan menyalahgunakan kewenangan yang bertentangan dengan kewajibannya," kata Hakim Hendra Yospin.
Saat mengumpulkan uang, Sudiarto meminta bantuan Rukimin Tjahyanto. Rukimin menyanggupi membantu memberikan Rp 25 juta sehingga seluruh uang yang akan diberikan adalah Rp 125 juta.
Proses penyerahan dilakukan bertahap yaitu pertama pada 27 Maret 2013, Sudiarto memerintahkan Suherwin menyerahkan uang Rp 50 juta kepada Pargono di Stasiun Gambir, Jakarta Pusat. Duit itu berasal dari rekening pribadi Asep.
Dalam penyerahan kedua, Sudiarto meminta Rukimin untuk mengambil uang dan menyerahkannya ke stasiun Gambir.
Sekitar Pukul 16.50 WIB, Rukimin tiba di Stasiun Kereta Gambir dan menyerahkan bungkusan plastik putih berisi uang Rp 25 juta, setelah itu keduanya berpisah tapi beberapa saat kemudian Pargono, Rukimin, Sudiarto ditangkap KPK.