TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Kasus penembakan terhadap satpam yang dilakukan anggota Korps Brimob Briptu Wawan menjadi bahan evaluasi kepolisian terhadap anggotanya yang memegang senjata api.

"Adanya kasus seperti di Cengkareng, pengawasan terhadap ijin membawa senjata api bagi anggota akan dievaluasi kembali," kata Kepala Divisi Humas Polri, Irjen Pol Ronny Franky Sompie di Hotel Borobudur, Jakarta Pusat, Kamis (7/11/2013).

Dikatakannya, selama ini pihaknya memang melakukan tes psikologi terlebih dahulu terhadap anggota kepolisian yang memegang senjata api dan memiliki ketentuan yang harus dipenuhi.

"Tes psikologi ada waktunya, sebelum dilakukan tes  ada rekomendasi untuk meminta, karena dia harus mahir dulu agar bisa membawa dan menggunakan senjata api," katanya. 

"Setelah pemeriksaan tes psikologi, setelah hasil tes psikologi menyatakan dia layak secara psikologis bisa dipercya untuk membawa dan menggunakan senjata api, baru dikuatkan secara administrasi dengan surat ijin membawa dan menggunakan senjata api," ungkap Ronny.

"Ijin yang diberikan tentu saja keluar dari atasannya dan dilakukan pengawasan secara berjenjang. "Kita sacara berjenjang ada pengawasan melekat.  Pengawasan melekat itu ada kepala detasemen, kepala resimen, secara berjenjang ada tingkatannya," tambahnya.

Tes psikologi ada waktunya, tetapi Ronny tidak menjelaskan secara detail kapan tes psikologi dilakukan terhadap anggotanya yang membawa senjata api. Tes psikologi memegang dan menggunakan senjata api tidak sesering tes kesehatan, bisa dalam rentan waktu satu tahun sekali atau dua tahun sekali sesuai dengan kajian pimpinannya.

"Psikotes itu ada jangka waktunya dan selalu dikoordinasikan oleh Kabiro psikologi, saya kira Kabiro dengan kasus ini sudah responsif untuk mengkaji kembali hasil pelaksanaan tes psikologi," pungkas Ronny.