Adu Cepat MK Vs DPR Soal Perppu MK
Pakar Hukum Tata Negara, Yusril Ihza Mahendra, mengatakan Mahkamah Konstitusi (MK) dan DPR kini seperti adu cepat
Penulis: Eri Komar Sinaga
Editor: Johnson Simanjuntak
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Pakar Hukum Tata Negara, Yusril Ihza Mahendra, mengatakan Mahkamah Konstitusi (MK) dan DPR kini seperti adu cepat siapa yang terlebih dahulu menyelesaikan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang Nomor 1 tahun 2013 Tentang Perubahan kedua atas UU Nomor 24 tahun 2003 Tentang Mahkamah Konstitusi (Perppu MK).
MK sedang menggelar sidang pengujian Perppu MK sementara DPR akan membahasnya usai masa reses. Jika DPR lebih dulu selesai dan menolak Perppu disahkan, maka MK kehilangan obyek pengujiannya.
"Apanya lagi yang mau diuji MK atau mau dilanjutkan pengujiannya kalau Perppu yang sedang diuji sudah dicabut? Sebaliknya juga jika Perppu telah disahkan jadi undang-undang sementara MK belum selesai menguji, maka obyek pengujian juga gugur dengan sendirinya," ujar Yusril ketika dihubungi, Jakarta, Rabu (20/11/2013).
Hal tersebut disebabkan objek permohonan untuk diuji adalah Perppu Nomor 1 Tahun 2013 yang statusnya telah berubah menjadi undang-undang dengan nomor yang berbeda tahun 2013 tentang Pengesahan Perppu tersebut. Jelas obyek pengujian sudah berubah status, dan saat itu Pemohon tidak boleh lagi mengubah permohonan pengujian Perppu yang mereka mohonkan.
"Maka, jika dilihat dari sudut hukum acara, permohonan tersebut harus diputus dengan amar 'Tidak Dapat Diterima' atau niet ontvankelijke verklaard (NO)," kata dia.
Lantas, bagaimana jika MK lebih dulu selesai menguji Perppu Nomor 1 Tahun 2013 sebelum DPR menentukan sikap terhadap Perppu tersebut? Problematika hukumnya lebih banyak jika hal ini terjadi, karena terkait dengan kewenangan DPR terhadap Perppu.
Kalau MK menolak seluruh permohonan dengan alasan permohonan tidak beralasan hukum, maka tak ada masalah bagi DPR. DPR leluasa saja untuk meneruskan pembahasannya dan memutuskan akan menerima atau menolak Perppu tersebut.