Keputusan SBY Sudah Tepat Terhadap Australia
Burhanudin Muhtadi mengapresiasi langkah tegas Presiden Susilo Bambang Yudoyono (SBY), yang menghentikan kerja sama militer
Editor: Johnson Simanjuntak
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Pengamat Politik, Burhanudin Muhtadi mengapresiasi langkah tegas Presiden Susilo Bambang Yudoyono (SBY), yang menghentikan kerja sama militer dengan Australia, serta menghentikan sementara kerja sama soal penanganan imigran gelap dari Asia Barat menuju Australia.
Ditemui di kantor konsultan politik, Indokator, Cikini, Jakarta Pusat, Kamis (21/11/2013), Burhanudin menuturkan yang paling ditakutkan Australia itu penghentian kerja sama penanganan imigran gelap, dan hal Itu menimbulkan reaksi yang besar. Kata Burhan bahkan media Australia kemarin memberikan porsi peliputan yang cukup besar soal konflik kedua negara.
"Kekhawatiran muncul soal Indonesia membatalkan kerja sama soal penyelundupan manusia. Mereka itu bergantung pada Indonesia, Itu besar efeknya ketimbang recall Duta Besar," katanya.
Ribuan imigran gelap setiap tahunnya berusaha mencari suaka di Australia. Untuk bisa tiba di negri Kangguru itu mereka harus melewati wilayah Indonesia, dan Australia berharap masalah imigran itu bisa terselesaikan di Indonesia sebelum mereka tiba di Australia. Kini SBY justru menghentikan kerja sama itu.
Burhan menyebutkan Perdana Menteri Australia sebelumnya, Kevin Rudd bisa anjlok elektabilitasnya dan dikalahkan oleh Tony Abbott salah satunya karena kegagalan menanggulangi masalah imigran gelap.
"Awalnya itu mereka masih tidak yakin soal SBY berani mengambil keputusan, Mereka tidak yakin karena pemerintah indonesia juga mendapatkan intensif dari mereka," ujarnya.
Menurutnya dalam konteks diplomasi internasional, tidak boleh seorang kepala negara mengeluarkan langsung seluruh senjatanya terhadap negara lain. Dalam hal ini kata Burhanudin SBY telah melakukan hal tersebut, mulai dari penarikan Duta Besar Indonesia untuk Australia, Nadjib Riphat hingga pemutusan kerjasama militer dan penanggulangan masalah imigran gelap.
Namun demikian Burhan mengaku ragu Australia akan secara eksplit mengaku salah dan meminta maaf atas perbuatannya. Ia mencontohkan dengan pernyataan Politisi-politisi Partai Liberal yang mendominasi Parlemen Australia yang menolak permintaan maaf.
Bahkan mantan menteri luar negri Australia, sekaligus politisi senior Partai Liberal, Alexander Downer pada pernyataannya di media Australia berharap Tony Abbott menolak untuk meminta maaf.
Ia menilai Tony tidak mau melakukan kesalahan yang sama seperti yang telah dilakukan Presiden Amerika Serikat, Barack Obama. Permintaan maaf Obama kepada Kanselir Jerman Angela Merkel atas terbongkarnya kasus penyadapan, telah membuat elektabilitas Obama menurutn.
Salah satu konsekuensi permintaan maaf Australia adalah menurunkan moral agen-agen intelijen Australia, yang sudah mempertaruhkan nyawa demi kepentingan bangsanya
"Kita juga jangan terlalu naif dengan mengatakan kita baru tahu penyadapan itu," tutur Burhanudin.
Dalam hal pengambilan sikap atas Australia, Burhanudin menganggap SBY sudah mengambil langkah yang tepat. Ia yakin SBY juga memanfaatkan momen ini untuk menaikan elektabilitas Partai Demokrat yang tengah terpuruk.
"Kita ingatkan jangan sampai kepentingan harga diri bangsa untuk kepentingan kelompok," tandasnya.